Komentar Singgalang 13 Agustus 2010

Jumat, 13 Agustus 2010


Kriteria Aliran Sesat
H. SHOFWAN KARIM
http://www.hariansinggalang.co.id/sgl.php?module=detailberita&id=374




Sebagai Muslim individual maupun sebagai ummat komunitas sosial, kita selalu mendambakan menjalankan Islam secara otentik. Di dalam pemahaman kolosal, menjalankan Islam yang otentik itu selalu dikatakan sebagai Islam yang berdasarkan Alquran dan sunnah shahihah atau sunnah yang terjamin dalam seluruh pengertian benar-benar perkataan, perbuatan dan ketetapan Rasulullah Muhammad SAW. Baik dalam sunnah diniah atau syari’ah (syariat agama), sunnah basyariah (manusiawi) maupun sunnah khususiah (khas bagi Nabi).


Akan tetapi ada aneka ragam pemahaman ahli tafsir tentang Alquran dan aneka ragam pemahaman ahli hadis tentang hadist. Sehingga memahami Alquran melalui tafsirnya ada konsep dan teori ilmunya (manhaj), begitu pula memahami hadist memiliki teorinya pula. Maka di dalam kedua subyek itu dikenal teori ulumul quran dan ulumul hadist.


Di dalam kenyataan tidak semua kita dan kadang-kadang bahkan tidak semua komunitas ummat memiliki tokoh ideal yang memiliki kedua ilmu itu. Maka muncullah pemahaman yang berbeda-beda. Sejauh perbedaan itu merujuk kepada ilmu yang kini tidak harus langsung kepada tokoh dalam makna realitas, tetapi juga dapat melalui karya-karya ulama kedua bidang sumber dasar ajaran Islam tadi, perbedaan itu harus diuji lagi. Di situlah diperlukan tarjih, atau memperkokoh mana yang paling otentik. Tugas mentarjih harus dilakukan oleh ulama di zamannya yang memenuhi pula kriteria penguasaan teori ilmu yang menjadi subyek.


Yang menjadi kerisauan kita adalah, munculnya tafsiran dari kedua sumber Alquran dan sunnah tadi itu tidak mempunyai dasar yang kuat dan berasal dari mereka yang tidak mempunyai persyaratan syar’i. Mereka hanya membuat interpretasi dan menjadi ajaran mereka sendiri, lalu diikuti sekelompok warga ummat.
Maka di situlah munculnya berbagai aliran di dalam Islam. Sepanjang aliran tadi masih dalam koridor kerangka yang tidak menyimpang dari dasar akidah, tauhid atau teologi, dan tidak pula menyimpang secara syari’i, baik dalam ibadah maupun muamalah, maka di sinilah kata kemajemukan, diversitas atau keberagaman, masih dapat ditolerir (diterima).


Tetapi bila sebaliknya yang terjadi, munculnya aliran-aliran yang di luar arus utama (main-stream). Di situlah ummat Islam mempertanyakan, apakah masih dapat dikatakan sebagai Islam yang otentik (murni) atau sudah tidak murni lagi, bahkan mungkin pula dapat dikategorikan sebagai aliran sesat.
Di dalam konteks ini maka Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara teoretikal dan faktual, merupakan rujukan bagi ummat Islam Indonesia.
Terhadap keadaan yang diutarakan di atas, bagaimana suatu aliran itu dianggap sesat atau masih dalam koridor Islam, kita dapat merujuk kepada produk rapat kerja (Raker) MUI 2007.


Suatu paham atau aliran keagamaan dapat dinyatakan sesat bila memenuhi salah satu dari sepuluh kriteria. (1) Mengingkari rukun iman dan rukun Islam. (2) Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dalil syar’i (Alquran dan as-sunah). (3) Meyakini turunnya wahyu setelah Alquran. (4) Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Alquran. (5) Melakukan penafsiran Alquran yang tidak berdasarkan kaidah tafsir.
(6) Mengingkari kedudukan hadist Nabi sebagai sumber ajaran Islam. (7) Melecehkan dan atau merendahkan para Nabi dan Rasul. (8) Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir. (9) Mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariah. (10) Mengkafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar’i. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Takziyah Sir Prof Dr H Azyumardi Azra, MA., M Phil., CBE Tokoh Cendekiawan dan Akademisi Muslim Dunia

Shofwan Karim, Pembicara dalam Pertemuan MDNG se Dunia