Takziyah Sir Prof Dr H Azyumardi Azra, MA., M Phil., CBE Tokoh Cendekiawan dan Akademisi Muslim Dunia
Menunggu Jenazah Almarhum Prof Azra, Ahad, 18 September 2022 di rumah Puri Laras II Cipiutat, Tangsel (Foto Dok) |
Sejak setahun lalu Prof Azra diangkat menjadi Ketua Dewan Pers. Sebelumnya banyak sekali posisi lembaga akademik, dan birokrasi di pegangnya. Pada Desember 2006, Prof Azyumardi Azra, CBE menjabat Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Sebelumnya sejak tahun 1998 hingga akhir 2006 Azyumardi Azra adalah Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pernah menjadi Wartawan Panji Masyarakat (1979-1985), Dosen Fakultas Adab dan Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta (1992-sekarang), Guru Besar Sejarah Fakultas Adab IAIN Jakarta, dan Pembantu Rektor I IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta (1998). Ia juga merupakan orang Asia Tenggara pertama yang di angkat sebagai Professor Fellow di Universitas Melbourne, Australia (2004-2009), dan anggota Dewan Penyantun (Board of Trustees) International Islamic University Islamabad Pakistan (2004-2009).
Di organisasi, ia pernah menjadi Ketua Umum Senat Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Jakarta (1979-1982), Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat (1981-1982), Anggota Selection Committee Toyota Foundation & The Japan Foundation (1998-1999), Anggota SC SEASREP (Southeast Asian Studies Regional Exchange Program) (1998), Pengurus Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) (1998-sekarang), Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial (HIPIIS), Anggota the International Association of Historian of Asia (IAHA) (1998-sekarang), Visiting Fellow pada Oxford Centre for Islamic Studies, Oxford University (1994-1995), Dosen Tamu University of Philippines dan University Malaya (1997), External Examiner, PhD Program University Malaya (UM) (1998-sekarang), Anggota Dewan Redaksi Jurnal Ulumul Quran, Anggota Dewan Redaksi Islamika, Pemimpin Redaksi Jurnal Studia Islamika, Wakil Direktur Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) IAIN Jakarta, Anggota Redaksi Jurnal Quranic Studies, SOAS/University of London, dan Jurnal Ushuludin University Malaya, Kuala Lumpur.
Selain di dunia dan lembaga akademik, Prof Azyumardi Azra, CBE pernah menjadi deputi pada Kantor Wakil Presiden M Jusuf Kalla pada Periode 2004-2009 dan 20014-2019. Di masa itu mereka menjadi Trio Minang yang menjadi tangan kanan di antara tokoh lain di Kantor Wapres JK. Dua yang lain adalah Deputi H. Syahrul Ujud, S.H, Wako Padang 1982-1992 dan Staf Azyumardi di Kedeputiannya, yaitu Almarhum Dr. Mafri Amir, MA dosen IAIN IB yang hijrah ke UIN Jakarta.
Pengamat yang Menjadi Rujukan dan Penulis Produktif
Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, ini perlahan namun pasti semakin kokoh sebagai pemikir Islam pembaharu. Pemilik nama Azyumardi Azra yang mempunyai arti mendalam sebagai “ Permata Hijau”, tak kirang telah menulis 18 buku tentang Islam. Koleksi bukunya sudah mencapai sekitar 15.000 judul buku.
Menurut pengakuan pria Minangkabau ini, perjalanan hidupnya mengalir begitu saja, seperti air. Sikap intelaktualnya pun bertumbuh alami dari awal seiring dengan komunitas diskusi yang dimasukinya. Ketika masih mahasiswa, komunitas intelektualnya adalah Forum Diskusi HP2M (Himpunan Untuk Penelitian dan Pengembangan Masyarakat) Ciputat, kemudian HMI dilingkungan Ciputat, lalu meningkat ke LP3ES, bahkan sampai ke LIPI sebelum melalang buana ke mancanegara. Sekarang daya nalar intelektualnya dibutuhkan di mana-mana sebagai rujukan untuk memecahkan berbagai persoalan bangsa.
Azyumardi Azra kini dikenal pula sebagai Profesor yang ahli sejarah, sosial dan intelektual Islam. Sejak tahun 1998 hingga sekarang dia adalah Rektor pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang sejak Mei 2002 lalu berubah nama menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada awalnya. Sesungguhnya Azyumardi tidaklah berobsesi atau bercita-cita menggeluti studi keislaman. Sebab, Dia lebih berniat memasuki bidang pendidikan umum di IKIP. Adalah desakan ayahnya, yang menyuruh Azyumardi masuk ke IAIN sehingga dia kini di kenal sebagai tokoh intelektual Islam Indonesia. Dia lahir dari ayah Azikar dan Ibu Ramlah.
Kembali ke Jakarta setelah selesai Program PhD di Columbia University, pada tahun 1993, Azyumardi mendirikan sekaligus menjadi pemimpin redaksi Studia Islamika, sebuah jurnal Indonesia dalam bahasa Inggris dan Arab untuk studi Islam di Asia Tenggara. Kembali melalang buana, pada tahun 1994-1995 sebagai Post-doctoral Fellow Southeast Asian Studies pada Oxford Centre of Islamic Studies, Oxford University, Inggris, sambil mengajar sebagai dosen pada St. Anthony College. Azyumardi pernah pula menjadi Professor Tamu pada University of Philippines, Filipina dan University Malaya, Malaysia, keduanya di tahun 1997. Selain itu, dia adalah anggota dari Selection Committee of Southeast Asian Regional Exchange Program (SEASREP) yang di organisir oleh Toyota Foundation dan Japan Center, Tokyo, Jepang antara tahun 1997-1999.
Di tahun 2001, Azyumardi Azra memperoleh kepercayaan sebagai Profesor Tamu Internasional pada Departemen Studi Timur Tengah, New York University (NYU). Sebagai dosen dia antara lain memberi ceramah dan kuliah pada NYU, Harvard University (di Asia Centre), serta pada Columbia University. Dia juga dipercaya menjadi pembimbing sekaligus penguji asing untuk tesis dan disertasi di University Malaya, University Kebangsaan Malaysia, University of Leiden, University of Melbourne, Australian National University, dan lain-lain.
Cendekiawan dan pakar sejarah Islam ini sangat aktif mempresentasikan makalah pada berbagai seminar dan workshop nasional maupun internasional. Pria yang pernah tercatat sebagai wartawan “Panji Masyarakat” di tahun 1979-1985 ini telah menulis dan menerbitkan buku antara lain berjudul Jaringan Ulama (tahun 1994), Pergolakan Politik Islam (1996), Islam Reformis (1999), Konteks Berteologi di Indonesia (1999), Pendidikan Islam : Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (1999), Esei-Esei Pendidikan Islam, dan Cendikiawan Muslim (1999), Renaisans Islam di Asia Tenggara (buku yang memenangkan penghargaan nasional sebagai buku terbaik untuk kategori ilmu-ilmu sosial dan humaniora di tahun 1999, Islam Substantif (2000), Historiografi Islam Kontemporer (2002), Paradigma Baru Pendidikan Nasional (2002), Reposisi Hubungan Agama dan Negara (2002), Menggapai Solidaritas (2002), Konflik Baru Antar Peradaban, Islam Nusantara- Jaringan Global dan Lokal, dan Surau; Pendidikan Islam Tradisional Dalam Transisi dan Modernisasi (2003); Shari’a and Politics (2004). Pada tahun 2002, Ia memperoleh award sebagai Penulis Paling Produktif dari Penerbit Mizan.
Pehobi jogging dan menonton pertandingan sepak bola ini awalnya menampik sebagai pimpinan kampus, ketika ditunjuk menjadi Pembantu Rektor (Purek) I Bidang Akademik. Namun Dia sadar, adalah kampusnya itu yang telah membentuk kadar intelektualnya, yang telah pula mengirimnya sekolah ke mana-mana sehingga semuanya dianggapnya sebagai utang. Kesediaan menjadi Purek ternyata bermakna lain, menjadi sinyal bagi sejawatnya bahwa jika dipercayakan sebagai Rektor dia pasti tidak bisa menolak. “Itu saya sebut sebagai musibah”, katanya suatu ketika, menanggapi penunjukannya sebagai Rektor.
Dia pun lantas memperlebar makna kampusnya, dari IAIN menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sejak Mei 2002 lalu. Perubahan ini disebutkannya sebagai kelanjutan ide Rektor terdahulu Prof.Dr. Harun Nasution, yang menginginkan lulusan IAIN haruslah orang yang berpikiran rasional, modern, demokratis dan toleran. Lulusan yang tidak memisahkan ilmu agama dengan ilmu umum, tidak memahami agama secara literer, menjadi Islam yang rasional bukan Islam yang madzhabi atau terikat pada satu mazhab tertentu saja. Itulah sebabnya, kata pemilik 16 ribu mahasiswa itu, untuk mencapai ide tersebut institusinya harus di benahi agar ilmu umum dan agama bisa saling berinteraksi. Dan satu-satunya cara adalah mengembangkan IAIN menjadi Universitas sehingga muncullah Fakultas Sains, Ekonomi, Teknologi, MIPA, Komunikasi, Matetamtika, dan lain-lain.
Azyumardi juga ingin agar wawasan keislaman akademik yang dikembangkannya harus mempunyai wawasan keindonesiaan sebab hidup kampusnya di Indonesia. “Jadi, keislaman yang akan kita kembangkan itu adalah keislaman yang kontekstual dengan Indonesia karena tantangan umat muslim di sini adalah tantangan Indonesia”, ujarnya. Pendekatannya terhadap agama adalah pendekatan yang tidak berdasarkan fanatisme dalam bermazhab dalam memahami agama.
Buku-buku Azyumardi Azra
Allah Yarham Prof Azra sangat produktif menulis. Menurut kolega Azra dari bebagai kalangan beliau bisa menulis makalah dalam waktu amat singkat untuk dikirim ke berbagai kalangan untuk seminar dan pertemuan akademi nasional, regional dan dunia internasional. Begitu pula buku. Pernah meluncurkan 4-6 buku sekaligus. Diperkirakan ada 40-an bukua karya Prof Azra. Sejak dari karya klasik ujung 70-an Merambah Jalan Baru sampai wafat. Menurut Azra Detik.Com ada 17 buku karya Azra sejak 1994 . Di antaranya adalah,
2. Pergolakan Poitik Islam, terbit tahun 1996
3. Islam Reformis, terbit tahun 1999
Menurut Ilham Bintang Ketua Dewan Pers, Prof Azra mengadakan kunjungan kerja di Sumatera Barat sebelum ke Malaysia. Ia sempat ke Bukittinggi dan mengunjungi keluarganya di Batusangkar. Sumber lain yang menemani ke Sumbar, Irwan, dari Dewan Pers mengatakan Azra sempat ke Istana Bosa Replika di Pagurung dan ke Kelok di Kab 50 Kota. Banyak menyantak kuliner Minang dan dua kali santap di RM Lamunan Ombak Pasa Usang. Yang agak mencenangkan pak Irwan beliau tak biasa banyak membeli ole-ole untuk keluarga. Dan hal itu menjadi pertanyaan bagi keluarganya di Jakarta. Irwan yang semula mau balik ke Jakarta belakangan, mengurungkan niat dan kembali bersama Prof Azra melihat banyak bawaan itu untuk membantu.
Itu keadaan beliau sebelum bertolak ke Malaysia melalui Jakarta. Hari Sabtu lalu, sedianya mantan Rektor UIN tersebut jadi salah satu pembicara dalam seminar internasional di Selangor bersama tokoh penting Malaysia, Anwar Ibrahim.
Saksi mata dalam penerbangan adalah Guru Besar Universitas Sumatera Utara Professor Budi Agustono. Ia dan istri sama-sama berangkat dari Bandara Soekarno Hatta dengan Azyumardi. Mereka sempat ngobrol sejak di bandara hingga di dalam pesawat. Semalam Budi membagi kejadian yang dilihatnya di dalam pesawat di grup WhatsApp wartawan.
"Dua puluh menit sebelum pesawat mendarat, saat saya, istri dan Pak Azra sedang bercakap tiba tiba Pak Azra batuk tanpa henti, tubuhnya berkeringat dingin. Saya minta dia minum air mineral. Saya memijat tubuhnya yang keringat dingin lalu meminta pramugari memasang selang oksigen di hidung dan mulut. Meski selang terpasang sesak nafasnya tak berhenti, malah tubuhnya bergerak ke kiri ke kanan di atas kursi pesawat.
Ketika pesawat parkir dan pintu pesawat dibuka menurunkan penumpang, saya dan istri mengurus kesehatan Pak Azra yang diminta turun belakangan. Saya dan istri gelisah dan cemas melihat kesehatan Pak Azra. Tidak lama sesudah itu kami bertiga turun dengan selang oksigen dan dibawa segera ke bed panjang perawatan lalu dilarikan ambulance ke rumah sakit. Saya sempat merogoh tas tenteng Pak Azra mencari telepon, tapi karena bingung dan panik lambat ketemunya. Akhirnya istri saya menelpon temannya staf khusus Menteri Sosial meminta bantuan mengabarkan ke istri atau keluarga Pak Azra.
Saya sampaikan ke istri antar dan temani Pak Azra demi keselamatan dan keamanan. Kita bantu sekuat kita ke RS di Kuala Lumpur. Isteris saya, Reni Sitawati Siregar, mengantarkan hingga ke dalam ambulance untuk dilarikan ke rumah sakit, sedangkan saya urus imigrasi di Bandara," kisah Prof Budi Agustono.
Prof Azyumardi Azra, meninggal dunia, Ahad (18/9/2022) di RS Malaysia, pukul 11.30 WIB atau 12.30 waktu Malaysia. Sebelumnya Azyumardi, masih menjalani perawatan secara intensif oleh tim dokter di Rumah Sakit Selangor, Malaysia, pada Sabtu (17/9/2022) pagi.
Proses kepulangan jenazah ke Jakarta agak memakan waktu. Baru sampai di rumah duka Puri Laras II Ciputat Tangsel, Senin malam 19 September. Pagi hari Selasa 20 September di semayamkan dishalatkan di Audirorium Utama UIN Jakarta yang dipenuhi keluarga, sahabat dan handai tolan almarhum.
Selanjutnya di makamkan di Taman Makam Pahlawwan Kalibata dengan Irup Prof Dr Muhadjir Efgfendy, MAP, Menko PMK RI dengan diiringhi dentuman senapan penghormatan. Beliau adalah penerima Tanda Kehormatan Bintang Maha Putra Utama RI. Oleh karena itu berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan.
Tanda Kehormatan Bintang Maha Putra Utama RI yang diperlihatkan sekeretaris Ketua Dewan Pers Prof Azyumardi Azra CBE. |
Prof Azra pada tahun 2010 menerima tanda kehortamatan Commandor of British Empire dai Ratu Elizabeth II Ingris. Dengan begitu beliau dipanggil Sir dan berhak dipakai Sir depan namanya.
Komentar
Posting Komentar