Kokohnya Taqwa Penyintas Gempa

Shofwan Karim, May 2013, Berlin. (Doc)

 

1

Kolom SK Minangkabau News

Kokohnya Taqwa

Penyintas Gempa

Oleh Shofwan Karim

Menghitung hari. Mereka S(67), BS (52), P (51), dan T (44) menatap wajah saya. Sejak 25

Februari lalu, dua bulan kurang 6 hari, pada 19 April kemarin, beliau-beliau bergeming.

Di sela tatapan itu , mata saya menjelajahi tenda. Dari keempat sudutnya, sekitar dua

ratusan laki, perempuan dan anak-anak mulai membuka bungkus nasi.


Tenda induk itu multi fungsi. Musalla, tempat berkumpul dan sekaligus pos layanan terpadu.

Terletak di punggung bukit, sekitar 1 km dari Jorong Timbo Abu Ateh, Nagari Persiapan

Timbo Abu, Kenagarian Induk Kajai, Kecamatan Talamau, Pasaman Barat.

Pada masa tanggap darurat, dari 25 Februari sampai 15 Maret lalu, Jorong Timbo Abu Ateh

sangat parah. Meski juga ada di Pasaman, Nagari Malampah juga parah.

Akan tetapi sepanjang pengamatan langsung dan sumber media, Timbo Abu agak sepesipik.

Selain PMI, Dompet Dhua’fa, ACT, PKPU, banyak LSM, Ormas dan Lembaga, bahkan Partai

Politik dan Tokoh Nasional, Perguruan Tinggi dan lainnya yang memberikan perhatian.

Mengunjungi dan membantu kebutuhan pokok, pertolongan medis dan kebutuhan harian

Wanita dan anak-anak.


Salah satu di antaranya LSM AMCF (Asian Muslim Charity Foundatian) Reliefs Humanitarian

Center, Medan. Mereka telah bangun seratus tenda. Tak heran kalau seorang tokoh

menyebut bagai tenda di Padang Arafah musim haji. Waktu itu ratusan penyintas musibah

gempa tumpah ke punggung bukit itu. Mereka mukim di seratusan tenda tadi.

Mereka tidak berani pulang ke Jorongnya. Takut gempa susulan terjadi lagi. Dan memang

waktu itu berkali-kali terjadi gempa susulan.


Dalam dua bulan terakhir, tak banyak lagi LSM dan Ormas yang tetap mendampingi mereka.

Salah satu yang tetap berlanjut adalah MDMC (Manajemen Penanggulangan Bencana

Muhammadiyah).


Sampai kemarin lalu puluhan tenda masih teriisi. Mereka adalah 48 keluarga terdiri atas 239

jiwa.

Dengan merekalah Selasa lalu MDMC berkumpul untuk ke sekian kalinya. Hadir seorang

tokoh nasional dari Pasaman Barat, Pendiri dan Pembina STIKES YPAK bersama PWM, LDK,


2

KKM, Lazismu Muhamadiyah. Mereka berbuka bersama, salat berjamaah dan pengajian

Ramadan.

Nasi putih, sepotong ayam goreng, sejemput gulai kacang-lobak dan sebungkus kecil sayur

anyang, dengan lahap kami lahap.

Hujan lebat tinggal rintik-rintik. Sehabis Salat Magrib berjamaah, santapan mini ini,

merupakan ujung berbuka bersama (bukber) dengan air, kue kering, roti dan pisang pada

senja, awal malam itu.


Tentu saja pengantar kata dan sambutan menjelang ceramah, Wali Nagari Calon

Kenagarian ini melaporkan perkembangan.

Mengapa mereka masih bertahan di situ. Rupanya rumah mereka di Jorong tempat mukim

sebelum gempa memang tinggal puing reruntuhan. Hanya tidak hangus saperti reruntuhan

akibat bom di Ukraina.


Ada kabar akan dibangun Huntara yang ukurannya sangat mini. Mereka gembira mendengar

itu. Yang penting jangan lagi di tenda. Mereka rindu Jorong Timbo Abu Ateh.

Dari Jorong ini menoleh arah Timur kelihatan Gunung Talamau yang indah. Menurut

Christine Dobbin (1983), Gunung ini mengandung deposit emas terbesar di Sumatra, era

1784-1847.


Mengapa Huntara itu belum tegak. Kata Wali Nagari malam itu ,”masih negosiasi”. Semula

biaya untuk bangunan sangat mini itu 6,9 juta. Belakangan turun menjadi 4 juta rupiah.

Maka ketika memberikan sambutan, Ketua PWM mengatakan mungkin dana yang terbatas.

Sementara banyak yang akan dibangun. Anggaplah itu bantuan dan bila ingin lebih, itu

swadaya masing-masing keluarga. Atau ada pihak lain yang mencukupkan.


Di dalam konsep dan teori International Community Development, Ormas, LSM dan pihak

ke-tiga lain memberikan dorongan kepada komunitas untuk berdaya. Kecuali pemerintah,

wajib membangun infra struktur, jalan,listrik, fasilitas umum dan kepentingan publik lainnya

yang mendasar.

Pada hakikatnya setiap komunitas membangun dirinya. Bila ada bantuan pihak kedua atau

ketiga, lebih kepada memberikan pancing bukan ikan.


Namun harus dipahami pula. Menurut 4 tokoh awal pragraf ini di atas, mereka di Timbo Abu

Ateh memang berada di titik nadir paling bawah akibat gempa ini. Sekitar 50 hektar sawah

dan kebun palawija, jagung dan sayuran habis tertimbun tanah longsor gempa.

Irigasi kepala bandar, hancur. Padi dan jagung yang masak di batang dan yang panen tak

selamat. Bahkan yang di dalam karungpun habis. Ternak, habis.


3

Ketika ditanya bagaimana Kebun Sawit?. Mereka seakan serempak mengatakan bahwa

mereka tidak berkebun itu. Dalam hati ini, terpurangah. Rupanya tak ada hembusan apalagi

sentuhan booming harga sawit melangit sekarang ke mereka di sini. Taka ada hubunghan

dengan minyak goreng.


Sementara Huntara yang sedang mendesak dibutuhkan adalah 156 unit. Dan hati ini tambah

terpurangah ketika mereka masih tetap mempersiapkan MTQ Nagari Persiapan. Dana

diperlukan 16 juta rupiah. Baru tersedia 8 juta rupiah.


Subhanallah, rasa budaya keberagamaan mereka tetap permanen. Dan Ustzad yang kami

bawa dari Padang mengutip QS Al-a’Raf (8) 96-99. Mereka didorong terus untuk semakin

tebal imannya. Dan gempa kemarin dengan puasa Ramadan sekarang niscaya menjadi

motivasi paling dalam untuk memperkokoh ketakwaan kepada-Nya. Tegar dan tegakkan

kepala. Allahu a’Lam. ***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Takziyah Sir Prof Dr H Azyumardi Azra, MA., M Phil., CBE Tokoh Cendekiawan dan Akademisi Muslim Dunia

Shofwan Karim, Pembicara dalam Pertemuan MDNG se Dunia