Basamo Mako Manjadi


BASAMO MAKO MANJADI


BASAMO MAKO MANJADI


OLEH:


Prof. DR. Duski Samad, M.Ag.








(Guru Besar FTK IAIN IB)


Basamo mako manjadi, kalimat ini disebut beberapa kali dan merupakan tema sentral ketika pertemuan silaturahim pimpinan organisasi sosial kemasyarakatan Islam dengan gubernur Sumatera Barat, Jumat, 22 April 2016 di gubernuran.

Kesadaran kolektif tentang berbagai kondisi terkini masyarakat menjadi semangkin diperlukan adanya. Kebersamaan yang sungguh-sungguh pemimpin masyarakat dan pemimpin pemerintah untuk mengatasi kesesatan dan kerusakan yang terus bergerak cepat adalah kerja serius yang harus dikembangkan.

BNN merilis bahwa angka penyalahgunaan narkoba di Sumatera Barat berada diurut sembilan besar nasional, media melaporkan keterangan pimpinan rumah sakit jiwa Ulu Gadut menyebut bahwa lebih 92 ribu lebih orang mengalami gangguan jiwa stress penyebabnya selingkuh, kasus keluarga, angka perceraian di Pengadilan agama setiap tahunnya terus meningkat, angka pengidap AIDS dan HIV yang juga mencemaskan, hampir setiap hari di baca berita tentang pelanggaran moral dan berbagai kasus yang mengindikasikan rapuh dan runtuhnya moral masyarakat Sumatera Barat.

Tema pelanggaran sosial di atas menjadi materi pembicaraan serius antara pimpinan ormas Islam yang terdiri dari Muhammadiyah, Persatuan Tarbiyah Islamiyah, PERTI, NU, LKAAM, MUI, Aisyah dan beberapa tokoh muda bersama Gubernur dan sebelumnya juga sudah dibincang pula dengan Ketua DPRD didampingi seorang wakil ketua. Pertemuan pimpinan ormas pimpinan DPRD pada sore Rabu, 19 April 2016 di ruang Ketua DPRD Sumatera Barat berjalan akrab diselingi humor namun bermakna bagi kemaslahatan masyarakat.

PERKUAT TERUS SINERGISITAS
Kehadiran organisasi sosial kemasyarakatan Islam adalah asset umat dan bangsa yang dalam kesejarahannya memainkan peran besar bagi keberlangsungan bangsa. Pemerintah – eksekutif, egelistif dan yudikatif – tentu dengan arif dapat memahami keberadaan dan peran ormas. DPRD sebagai instrumen demokrasi dengan fungsi menjadi wakil rakyat menyadari bahwa ormas adalah wadah strategis bagi penyaluran aspirasi rakyat. Gubernur sebagai eksekutif tentu akan lebih memahami pula akan arti, fungsi dan eksistensi ormas Islam.

Gubernur menegaskan bahwa Sumatera Barat dengan keterbatasan sumber daya alam dan pendapatan daerah tidak terlalu kuat melaksanakan tugas-tugas kemasyarakatan yang terus tumbuh dan menumpuk. Keterbatasan pendapatan daerah (PAD), ada beberapa Kabupaten yang APBD nya 70 persen habis untuk belanja pegawai, hanya 30 persen yang dapat dipakai untuk membiayai peduduknya lebih 400 ribu orang. Faktor minusnya PAD dan keterbatasan sumber daya insani pegawai yang dapat bekerja sesuai harapanan telah menjadikan daerah “berjalan di tempat” dan sulit mengembangkan diri.

Dalam dialog yang santun dan cerdas pimpinan ormas dan pimpinan DPRD menyatakan secara eksplisit akan kedudukan mereka yang strategis, baik sebagai penyalur aspirasi rakyat begitu juga halnya menjadi pengerak masyarakat.

Kesamaan visi, pandangan dan orentasi pimpinan umat dan pimpinan bangsa adalah langkah awal untuk mengawal pembangunan masyarakat yang tentu harus berpijak pada landasan yang kokoh, kemaslahatan umum. Lebih dari itu juga akan memberikan konstribusi positif bagi pengembangan daerah dan masyarakat.

Sinergi pemikiran, kesatuan pandangan dan kesamaan arah yang dituju akan memudahkan pencapaian tujuan bersama. Ormas dan Pemerintah sama-sama bergerak untuk meningkatkan kehidupan umat. Tinggal lagi bagaimana terjadi sinergi dan saling menopang dalam kerja kolektif yang jelas dan terukur. Ormas membutuhkan saluran aspirasi, DPRD memang untuk penyalur aspirasi, maka keduanya tentu harus bergandengan tangan. Pemerintah memiliki perangkat organisasi, SDM, budget dan pemegang policy maka kerjasama kegiatan melalui SKPD terkait adalah cara sinergi yang dapat diisi oleh ormas sesuai kompetensinya.

Pimpinan ormas menyampaikan bahwa kesulitan mengerakkan partisipasi, inovasi dan kesungguhan salah satu penyebabnya adalah terbatasnya sumber dana ormas. Sumber pembiayaan pembinaan umat terkendala bukan saja karena tidak adanya bantuan operasional Pemerintah Daerah, akan tetapi juga dipersulit lagi oleh tidak tepatnya pengunaan dana umat, khususnya Zakat pada Kabupaten Kota dalam distribusinya kurang berpihak pada pembinaan organisasi umat. Dana umat harusnya disalurkan untuk kepentingan umat sesuai asnafnya.

TEGASKAN KESADARAN KOLEKTIF
Harus diakui bahwa dalam hal kehidupan moralitas, keagamaan dan sosial budaya telah terjadi penurunan kualitas yang siginifikan. Semua pihak, seluruh tokoh formal, informal dan elemen dihimbau untuk menilik dengan jernih akan perubahan yang mencemaskan itu. Siapa saja dengan mudah dapat menunjukkan perubahan gaya hidup yang abai pada kesucian moral dan kesantunan sosial. Tertib lalu lintas yang sulit menegakkannya. Prilaku menyimpang yang menguat dalam sistim pergaulan. Perbuatan melawan hukum positif dan hukum sosial yang terbuka.

Membangun kesadaran bersama semua pihak akan arti pentingnya menyuarakan dan mencontohkan kehidupan beragama, beradat dan berbudaya adalah bentuk nyata kesadaran kolektif. Tidak ada waktu saling menyalahkan, saatnya semua komponen bersatu membangun diri dan orang sekitarnya untuk menegakkan kebaikan moral, adat dan budaya luhur (local wisdom). Pemimpin formal, eksekutif, legeslatif, yudikatif, dengan semua jajarannya harus menegaskan keberpihakkannya untuk membangun bangsa yang maslahat sesuai akar sejarah dan budayanya.

PEJABAT SEBAGAI FIGUR TELADAN
Pemimpin dan pejabat sebagai figur pemimpin teladan, bersahaja, dan dekat dengan masyarakat adalah solusi untuk menegakkan kebaikan kolektif. Naif dan sulit membangun kemaslahatan masyarakat bila pemimpin sulit diteladani. Kesatuan perkataan dengan perbuatan, fiil perangai, keharmonisan keluarga, dan keterbukaan kepemimpinan adalah cara-cara hidup yang hendaknya dibangun dengan sungguh-sungguh. Perlakuan yang arif, tidak diskriminatif, mengayomi dan memberikan rasa aman yang ditunjukkan pemimpin adalah modal bernilai untuk membangun maslahat. Menghargai antar elemen yang memang hadir dalam keanekaragaman dan budaya adalah prilaku utama figur pemimpin teladan.

Menghadirkan figur pejabat publik, pegawai pemerintah dan tokoh masyarakar yang berakhlak mulia, bertindak arif dan saling memuliakan adalah kerja bersama yang harus terus meneruskan diusahakan. Pimpinan pemerintah, dan aktivis masyarakat dituntut untuk terus membenahi diri, sehingga dapat menjadi role model bagi lingkungannya. Figur pemimpin dan pejabat berakhlak mulia dipercayai dapat mendorong keterlibatan dan perhatian masyarakat lebih sungguh-sungguh untuk menjauhi prilaku menyimpang.

ULAMA HIDUP DAN MENGHIDUPKAN UMAT
Keadaan terkini yang dirasakan ulama adalah bahwa perhatian umat terhadap ulama hanya dalam bentuk artifisial ritual belaka. Ulama diperlukan pemimpin formal (umara’) dan juga diikuti oleh masyarakat sebatas kegiatan ritual Islam. Ulama diposisikan untuk sekedar memberi ceramah, membaca khotbah, menyelenggarakan jenazah dan kegiatan lain sejenisnya. Ulama jarang sekali dimintai fatwa dan pandangannya terhadap kebijakan strategis pemerintah. Ulama yang didengungkan sebagai suluh bendang dalam nagari, suluahnya basah dan tidak mengeluarkan cahaya yang menerangi jagad kehidupan.

Dari pihak ulama sendiri juga harus diakui terjadi pendangkalan pemahaman yang sekaligus melemahkan potensi dan kompetensi mereka. Ulama yang dalam melaksanakan dakwah kelilingnya, tidak menyiapkan diri lebih maksimal, dikarenakan materi ceramah yang bergilir dalam beberapa tempat tidak butuh persiapan. Pengurus masjid, dan tempat kegiatan dakwah berlangsung juga tidak lagi menilai ulama dari kadar kemampuan dan kemuliaannya, akan tetapi sudah dirasuki oleh virus transaksi. Amplop, honor ceramah, yang tidak seberapa dan sayangnya itu dipersepsikan dengan cara salah, jauh dari keikhlasan dan kearifan.

Gerakan ulama ba surau, ulama yang memiliki surau untuk pusat pengembangan harus segara diwujudkan. Surau, masjid dan rumah ibadah perlu memiliki imam, bukan sekedar imam shalat, akan tetapi imam yang akan memimpin umat dalam artian seluas-luasnya. Pengurus masjid, dan surau harus sadar bahwa pemegang kendali masjid dan surau adalah imam, ya ulama yang alim dan arif. Dalam sejarah dakwah Rasul hidupnya ditanggung umat. Rasul mendapatkan jatah ganimah (rampasan) perang dan menerima pemberian tulus umat ketika setiap akan memulai aktivitas bersama umat. Umat memberi hidup ulama dengan ikhlas adalah sunnah.

Mengembalikan umat dan ulama dalam satu tarikan nafas saling mengarifi adalah cara terbaik untuk kemaslahatan bersama. Umat memuliakan ulama tidak dalam artifisial dan material, akan tetapi hakiki dan tulus. Ulama memberikan pengabdian hidupnya untuk umat lebih maksimal. Umara terus berdampingan dengan ulama untuk menentukan kebijakan strategis dan menyangkut hidup masyarakat.

Akhirnya dapat dikatakan bahwa masalah sosial yang terus berkecambah dan tumbuh begitu cepat adalah tantangan kolektif yang mestinya memacu semua pihak untuk aktif, proaktif dan progresif. Gerakan rutinitas, manual, biasa-biasa saja, lembek dan tidak progresif akan menjadikan negeri ini terus terkukung dalam kegelisahan dan ketidakberdayaan. Perubahan harus dikendalikan, bukan kita yang dikendalikan perubahan. Semoga semua elemen menyadari akan perubahan dan sekaligus menentukan perubahan itu, bukan diombang-ambingkan perubahan. Semoga ranah Minangkabau tercinto, terus maju dalam keadaban dan peradaban moderen. Ds. 23042016. Ed.EN

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Takziyah Sir Prof Dr H Azyumardi Azra, MA., M Phil., CBE Tokoh Cendekiawan dan Akademisi Muslim Dunia

Shofwan Karim, Pembicara dalam Pertemuan MDNG se Dunia