Ke Maroko, Januari 2010


Ke Maroko (1): Mendorong Wirausaha  Kawula Muda 

Oleh Shofwan Karim
 
Jamal al-Banna, President of IICL
Setelah terbang sekitar 8 jam lebih dari Bandara Sukar-Hatta Jakarta, penulis sampai pk. 05.30 waktu UAE di Dubai. Pagi itu Jum’at, 18/12, penulis terbang lagi ke  Casablanca, Moroko dengan No. Penerbangan Emirates EK 751. Seperti diumumkan dan tertulis di boarding pass, berangkat 07.50 waktu UAE (United Emirates Arab). Tetapi dengan alasan barang bawaan penumpang yang belum tersusun rapi, pesawat baru bergerak ke runway pk hampir pk 9.  Di awal  penerbangan 9 jam 26 menit berikutnya, penulis berkenalan dengan Dr. M. Kilani, perwakilan regional konsultan keuangan Bait Al-Mashura berkantor pusat di Doha, Qatar. 

Hassan II Mosque, Casablanca, Morocco
Ahli keuangan international ini bercerita banyak tentang bagaimana seharusnya orang tua  mendorong  remaja dan generasi muda untuk mandiri dan berwiraswasta. Kami memulai percakapan ketika masing-masing menanyakan apa urusan ke Maroko. Kilani mengatakan bahwa dia akan mengurus bisnisnya di Mauritania. Dia hanya transit di kerajaan Maroko dan akan terbang 2 jam lagi dari Casablanca ke Mauritania untuk urusan bisnisnya itu. Ketika penulis mengatakan tentang workshop mendirikan universitas terbuka bagi para pekerja , Kilani amat tertarik. Kilani antusias bercerita tentang  3 orang anaknya yang mahasiswa, siswa menengah kelas 13 dan kelas 10 di Damaskus, Syiria, negaranya. Dia semakin bersemangat ketika dikatakan  pada 27 sampai 29 November lalu penulis terlibat serius diskusi dalam  konferensi internasiomnal kaitan universitas dengan industri, kewiraswastaan dan bisnis keluarga yang diadakan Universitas Industri Selangor,  Shah Alam, Malaysia.  
Kilani memulai percakapannmya dengan pola didik dalam keluarganya. Anaknya yang tertua laki-laki, adalah mahasiswa teknik industri, punya bakat bertukang. Mula-mula dia tertarik membuat kursi. Lalu Kilani membelikan peralatan tukang. Sekarang anaknya yang kelas 13 membantu pemasaran kursi yang sederhana hasil produk kakaknya. Sementara adiknya kelas 10 membantu membeli material untuk membuat kursi. Soalnya, kata Kilani, bukan hasil ciptaannya bagus atau tidak, laku di pasaran atau tidak, tetapi dia ingin anaknya berjiwa wiraswasta. Maka saya memberikan modal kepadanya tanpa memikirkan uang itu kembali lagi dan ada untung atau tidak. Yang penting, katanya, anak-anaknya cinta bekerja dengan caranya sendiri.
Penulis teringat firman Allah,  “Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu'min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan“. At-Taubah, 9:105. (Bersambung)
Ke Maroko (2):Aero Mobile dalam Penerbangan Emirates
Oleh Shofwan Karim
Ada baiknya Penulis menggambarkan  perjalanan kepada orang-orang sebaya ataupun anak-anak muda yang suka berkunjung ke berbagai sudut dunia. Tentu dengan maksud yang berbeda-beda. Mungkin kunjungan pendidikan atau studi yang lama atau jangka pendek yang popular disebut “sandwich program”. Ada  post-doctorate bagi yang sudah S3 mau mendalami bidang ilmu dan mengalami studi di luar negeri. Ada pula apa yang disebut “academic recharging”.

Head Quarter of Islamic Educational, Scientific and Cultural Organisation (ISESCO) Rabath, Morocco.


 Untuk kawula remaja, mahasiswa, pemimpin, professional muda mungkin mengikuti pendalaman penguasaan  bahasa asing untuk 4 sampai 8 minggu. Juga ada pertukaran siswa, mahasiswa dan pemuda di berbagai belahan dunia seperti AFS (Amerika), AISEC (Perancis), CWY (Canada), Australia-Indonesia Exchange, Global Exchange (Inggris) dan lain-lain  di lima benua: Asia Eropa, Afrika, Australia dan Amerika. Ada kunjungan pemerintah, para legislator. Atau kunujungan umum  social-budaya, bisnis, traveling liburan, seminar, workshop, konperensi dan lainnya.
           Ini perjalanan yang ketiga bagi penulis untuk 2009 ini setelah satu atau dua kali dalam setahun sejak 1980. Maka seperti diberitakan Harian Singgalang, Kamis 17/12 halaman A 4, kali ini penulis  menghadiri beberapa agenda dalam workshop untuk mendirikan unversitas terbuka untuk kaum buruh atas kerja sama International Islamic Confederation of Labor (IICL) dan  Islamic Development Bank (IDB) di Rabat, Maroko dari Senin sampai Rabu ini. 
Berjalan sendiri dengan berjalan pergrup dari jumlah tiga atau lebih tentu ada kenyamanan dan ketidaknyaman sendiri. Penulis mengalami keduanya. Untuk grup kecil, sebenarnya lebih nyaman karena mudah bergerak cepat dari satu titik ke titik lain. Sementara grup besar memang lambat, butuh kesabaran yang ekstravaganza, tetapi vibrasi sosialnya lebih besar. Sebaliknya berjalan sendiri memang lebih lincah, terutama bagi yang sudah biasa tetapi bagi yang belum terbiasa agak repot karena bergerak antara satu titik ke titik lain sering bingung. 
Enaknya kalau di Bandara ineternasional tulisan petunjuk sangat lengkap. Hanya jangan sampai ada perasaan bingung. Setiap zona di Bandara itu pasti ada desk informasi dan paling akurat untuk jadwal, nomor penerbangan dan gate (pintu) masuk ke pesawat, terdapat  di berbagai track koridor. Sebaiknya jangan membawa barang tentengan lebih dari dua potong jangkauan tangan. Tentu  dengan ukuran kecil dan tidak berat.
Gara-gara terlalu banyak tentengan di antara penumpang inilah agaknya yang membuat kami terlambat. Ini kebiasaan yang agak umum dalam penerbangan inernasional di Asia dan Afrika. Keadaan yang agak jarang terjadi dalam penerbangan Eropa dan Amerika. Belum lagi kalau terbang ke Negara-negara Timur Tengah. Gesekan dan konflik kecil antara penumpang dankadang-kadang bahkan dengan petugas. Misalnya waktu check-in, soal kelebihan berat bagase, tempat duduk yang salah nomor, memasukkan barang tentengan ke cabin di atas tempat duduk di pesawat yang tak cukup. Semua, adalah hal-hal kecil yang kelihatan menggelikan. 
Untuk lali ini ada ibu-ibu yang minta carikan tempat duduk sesama wanita di kiri dan kanannya. Maka dengan sabar awak pesawat mencoba me-reka-reka siapa di atara mereka yang bersebelahan duduk tetapi  bukan satu keluarga, sehingga kehendak si ibu tadi terkabul.    Di depan deretan penulis rupanya ada laki-perempuan yang bukan satu keluarga dan tidak saling kenal, tetapi keduanya enggan pindah ke kursi yang ditunjuk awak pesawat yang memintanya. 
Tiba-tiba Kilani di sebelah penulis kaget karena hp-nya yang lupa dimatikan bergetar. Dia seakan tak percaya setelah terbang hampir 4 jam, ada sinyal cellular. Mula-mula dia mengatakan ke saya bahwa  kasus ini aneh. Tetapi ketika telepon itu dia utak atik dan pramugari lewat tetapi tidak menegurnya, Kilani semakin berani dan langsung telepon ke penghubungnya. Mereka pun berrcakap-cakap. Penulis ikut penasaran dan mencoba mengaktifkan hp. Namun sesuai prinsip penulis, daripada ditegur nanti tidak enak, penulis langsung memanggil awak kabin dan menanyakan hal ini. Hana, pramugari Emirates, yang belakangan diketahui berasal dari Honduras itu menerangkan dengan jelas bahwa hal itu legal atau tesmi sejak 6 bulan lalu dii penerbangan Emirates.
Hanya, kata Hana, belum  semua rute dan tidak semua pesawat. Begitu juga belum semua operator cellular di seluruh dunia yang sudah menyadari dan ikut dalam teknologi ini. Maka ketika penulis mencoba menulis sms ke tanah air dalam perut pesawat Emirates Boeing 777 ini, ternyata belum jalan. Begitu pula ketika penulis mencoba telepon langsung, ada nada panggil sebentar, tetapi hilang. Padahal tanda sinyal di hp ini penuh. Keadaan itu sebaliknya yang terjadi. 
Dua puluh menit sebelum mendarat di Aeroport King Muhammad V Cacablanca, penulis sms ke Dr. Said Khaled El-Hassan, Sekjen IICL mengatakan bahwa akan mendarat. Sms itu  langsung ada jawaban. Teman penulis ini sudah menunggu 2 jam di terminal satu di pintu keluar. Nah,..sesuatu yang kapan terjadi di tanah air kita? Setiap awak pesawat masih sibuk menegur penumpang untuk tidak mengaktifkan hp-nya dalam perut pesawat. Kadang-kadang juga dengan mata melotot. Ini tentu tidak salah. Karena prosedurnya begitu. Lantaran pesawat belum memiliki teknologi tambahan seperti Emirates ini, meskipun pesawat di tanah air bak  “burung raksasa terbang “ itu  baru datang dari pabriknya Boeing Seattle, Amerika.****(Bersambung)  


Dari Maroko (3): Dispora Pekerja Muslim  Sedunia  dan Universitas Terbuka
Oleh Shofwan Karim
Ada empat  focus perhatian organisasi konfederasi buruh Islam sedunia berkaitan dengan pendidikan tinggi dan ketenagakerjaan. Pertama, soal membeludaknya jumlah anak muda di Negara-negara muslim tamat sekolah menengah yang tidak tertampung di pendidikan serta pelatihan tingkat lanjut baik yang akademik maupun practical-skillful atau bersifat keterampilan. Kedua, ketimpangan mencolok antara  ketersediaan lapangan kerja dengan jumlah warga muslim di berbagai Negara di dunia yang membutuhkan lapangan kerja. Ketiga,  kualitas tenaga kerja itu sendiri yang mayoritas masih rendah. Keempat, untuk itu para pekerrja dari berbagai dunia Islam perlu dididik dan dilatih untuk menjadi pekerja dan karyawan yang handal.
Hassan II Mosque, Casablanca, Morocco

Maka  konferensi ke-3 IICL pada  24-26 Juli 2005 di Kulalumpur, mempertimbangkan 4 wacana ini dengan cerrmat, lalu memutuskan perlunya sebuah pendidikan tinggi yang bersifat akademik bagi generasi muda dan pelatihan praktis bagi para pekerja muslim di berbagai pelossok dunia.  IICL yang didirikan oleh para pemimpin serikat pekerja yang muslim pada kenferensi International Labor Organisastion (ILO) di Jenewa, Swiss pada  tahun 1981. Sebagai salah seorang wakil presiden IICL, saya diminta datang ke Marocco bersama 30 peserta lain dari 10 Negara. Peserta Maroko 10 orang, Mesir 3 orang, Aljazair 1 orang, Pakistan 1 orang, Indonesia 1 orang, Malaysia 1 orang, Jourdan 2 Orang, Lebanon 1 orang,  Bangladesh 1 orang dan Palestina 1 orang. 
Diaspora penduduk berbagai ethnis, negara dan asal wilayah ke berbagai sudut dan pojok dunia adalah suatu hal yang biasa sekarang ini. Seperti telah diketahui, tenaga kerja Indonesia  telah berjumlah jutaan orang di berbagai Negara dan kota di Asia. Mulai dari Singapura, Malaysia, Honkong, Taiwan dan Korea Selatan. Untuk Timur Tengah kebanyakan di  Semenanjung Arabia dan Teluk Persia. Tentu juga  di Negara-negarra Eropa dan Amerika.   
Selain Indonesia, tenaga kerja dunia Islam yang berdiaspora dating dari Pakistan, Bangladesh, India, Mesir dan beberapa Negara di Afrika. Mereka yang dating dari migrasi wilayah konflik juga banya kersebaran ke seantero dunia. 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Takziyah Sir Prof Dr H Azyumardi Azra, MA., M Phil., CBE Tokoh Cendekiawan dan Akademisi Muslim Dunia

Shofwan Karim, Pembicara dalam Pertemuan MDNG se Dunia