Keberagamaan Minangkabau (1995-2017) dan Respon Ormas Islam
“Mencikaraui”
Keberagamaan di Minangkabau (1995-2017)
dan
Respon Ormas Islam
“Mencikaraui” Keberagamaan di
Minangkabau (1995-2017) dan Respon Ormas
Islam
5
Agustus 2017
Oleh Shofwan Karim
Introduksi
“Mencikaraui”
(Bahasa Minang) berarti memperkatakan dengan nada agak marah. Judul ini
berdasarkan permintaan kepada Penulis oleh Ketua Panitia Temu Alumni dan Halal
Bi Halal, Pendidikan Guru Agama (PGA) Padang, pada Sabtu, 5 Agustus 2017 di
sebuah hotel di Padang. Tulisan ini merupakan sumbangan pada pertemuan itu.
Bagian-bagian tertentu dari tulisan ini, merujuk kepada tulisan Penulis pada
Seminar Keluarga Mahasiswa Minangkabau di Kairo Mesir, Juli 2004. Selebihnya
adalah pengamatan pada tahun-tahun belakangan ini.
Wilayah
kultural Minangkabau yang meliputi wilayah Administrasi Pemerintahan Sumatra
Barat adalah Provinsi di sebelah Barat bagian tengah Sumatera. Provinsi ini
berbatasan dengan sebelah Selatan dengan Provinsi Bengkulu, sebelah Barat
dengan lautan Hindia, sebelah Utara dengan Provinsi Sumatra Utara dan sebelah
Timur dengan Provinsi Riau dan Jambi. Penduduknya sekarang 5,7 juta orang.
Mata
pencaharian pokok atau ekonomi berdasarkan perdagangan, small business, usaha
kecil dan menengah, pertanian, perkebunan, dan pariwisata serta sektor jasa dan
lain-lain.
Budaya
Minangkabau yang berintikan Adat Minangkabau menganut sistem kekerabatan
menurut garis keturunan ibu atau materlinial line. Kehidupan sosial dan
keluarga diatur di dalam tatanan kesukuan yang berdasarkan dua kelarasan utama
: Bodi Caniago dan Koto Piliang yang kemudian masing-masing kelarasan itu
berkembang ke dalam berbagai suku.
Setelah
Islam masuk beberapa abad lalu, agama yang dipegang teguh masyarakat
Minangkabau adalah Islam di samping memegang teguh adat. Dengan begitu Islam
dan adat menyatu dalam kehidupan sehari-hari. Maka lahirlah adagium Adat
Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah (ABS-SBK). Perpaduan keduanya
melahirkan harmoni sosial di bawah sistem kepemimpinan tigo tunggu sajarangan:
Ninik–Mamak, Alim-Ulama dan Cerdik-Pandai serta tigo tali sapilin: Adat, Syara’
dan Undang.
Di
dalam menjalankan tatanan kehidupan sosial budaya, politik, pemerintahan,
ekonomi dan keagamaan, masyarakat Minangkabau senantiasa mendasarkan keputusandan
membuat kebijakan melalui musyawarah dan mufakat.Bulek aie ka pambuluah, bulek
kato dek mufakaik. Kok bulek dapek digiliangkan kok picak dapek dilayangkan.
Intinya adalah setiap gerak kehidupan bersama mestilah dimusyawarahkan untuk
diperiakan dan dipertidakkan atau dipaiokan dan dipatidokan.
II. Refleksi
Minangkabau,
sebagai bagian tak terpisahkan dengan Tanah Air Indonesia, mengalami pasang
naik dan surut kehidupan berbangsa dan bernegara sejak zaman klasik, penjajahan
Belanda, era pergerakan nasional, penjajahan Jepang, alam kemerdekaan awal,
masa Orde Lama, masa Orde baru dan sekarang Orde Reformasi (1978-2004). Yang
paling khas di dalam kehidupan pemerintahan, kenegaraan dan kebangsaan itu bagi
Minangkabau adalah peristiwa PRRI (1957-1960).
Peristiwa ini oleh sebagian besar kalangan masyarakat Minangkabau baik yang di kampung maupun di rantau membekas sebagai trauma. Trauma itu membuat masyarakat Minangkabau tertekan secara psikologis. Keadaan itu berjalan di sisa masa akhir Orde Lama. Pada masas ini kepemimpinan dan kebijakan publik dinomisasi oleh kaum komunis dan nasionalis serta kaum agama tradisionalis yang disebut Nasakom yang pada intinya semuanya terpusat kepada Soekarno.
Peristiwa ini oleh sebagian besar kalangan masyarakat Minangkabau baik yang di kampung maupun di rantau membekas sebagai trauma. Trauma itu membuat masyarakat Minangkabau tertekan secara psikologis. Keadaan itu berjalan di sisa masa akhir Orde Lama. Pada masas ini kepemimpinan dan kebijakan publik dinomisasi oleh kaum komunis dan nasionalis serta kaum agama tradisionalis yang disebut Nasakom yang pada intinya semuanya terpusat kepada Soekarno.
Pasca
rezim Soekarno, setelah pembunuhan beberapa Jenderal tahun 1965, lahirlah Orde
Baru atau pemerintahan Soharto. Pada masa awal era ini masyarakat Minangkabau
mulai merehabilitir diri. Pada waktu ini Sumatara Barat dipimpin seorang
Gubernur Sipil Harun Zain yang memerintah dengan motto : Mambangkik Batang
Tarandam. Pada dasarnya era ini situasi Minangkabau yang porak-poranda dilanda
perang saudara dengan pemerintah pusat sebelumnya, hendak diperbaiki.
Minangkabau mengembalikan harga diri dan martabat. [3]
Era
klasik dan masa pergerakan nasional yang telah diisi oleh perjuangan
tokoh-tokoh Islam dan nasionalis Minangkbau ingin dijadikan motivasi ulang
untuk kejayaan. Tuanku Imam Bonjol, Siti Manggopoh, Syekh Ahmad Khatib
Al-Minangkabawi, Syekh Jalaludin al-Falaki al-Azhari, Dr. Syekh Abdul Karim
Amarullah (Inyiek Rasul) , Dr. Syekh Abdullah Ahmad, Syekh Moh. Jamil Jambek
atau Inyiak Jambek, Inyiek Musa Parabek, Inyiek Sulaiman Al-Rasuli, Rahmah
El-Yunusiah, Zainuddin Labai el-Yunisy, Agus Salim, Rasuna Said, Duski Samad,
Hatta, Natsir, HAMKA, Sutan Syahrir, Moh. Yamin dan deratan tokoh besar bangsa
yang sebelumnya telah mengharumkan nama Minangkabau di pelataran nasional,
kembali ditoleh sebagai motivasi kemajuan.
III. Peranan Alumni Timur Tengah
Di
akhir 60-an dan awal 70-an ada dua alumnus Univeristas Al-Azhar, Kairo dan
Timur Tengah yang amat sentral peranannya di dalam kehidupan keagamaan dan
sosial pendidikan di Minangkabau. Meraka adalah Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, H. Baharuddin
Syarif, MA. Dan mantan Dubes RI di Irak. HMD Dt. Palimo Kayo.
Dua
yang pertama berjasa mengembangkan pendidikan tinggi Islam IAIN Imam Bonjol
yang kedua berjasa membangun harga diri keagaamaan Minangkabau sebagai Ketua
MUI pertama di Sumatera Barat dan benteng umat Islam dalam menghadapi
propaganda Kristen di Minangkabau.
Haji
Mansur Daud (HMD) Dt. Palimo Kayo bersama Moh. Natsir dari DDII Pusat amat
berjasa di dalam mengembangkan dakwah Islam terutama menghadapi misi dan
zending agama lain itu di Sumbar. Mereka mendirikan Rumah Sakit Islam Ibnu Sina
dan Sekolah Tinggi Akademi Agama dan Bahasa Arab (AKABAH) di Bukittinggi pada
1970-an awal. Ibnu Sina kini ada pada beberapa kota dan daerah di Sumbar[4] sedangkan
AKABAH akhir-akhir ini tidak ada info yang memadai.
Dewasa ini alumni Timur Tengah yang berasal dari beberapa universitas di Mesir, Marokko, Saudi Arabia, Libya dan Syiria ada sekita 30-an orang. Yang paling dominan adalah dari Kairo baik Universitas Azhar maupun yang lain. Secara fungsional banyak yang mengabdi di bidang pendidikan dan dakwah. Rektor IAIN-UIN Imam Bonjol Prof. Dr. Maidir Harun, DR. Eka Putra Wirwan, MA dan Ketua MUI Sumbar Prof. Dr. Nasrun Harun dan sekarang Gusrizal Gazahar, Lc., MA agaknya di antara mereka yang berada pada posisi puncak institusi formal dan sosial dewasa ini.
Selain
mereka tadi banyak lagi yang mengajar di beberapa perguruan tinggi, pesantren,
madrasah dan aktivis muballig di Sumbar. Sebagian di antara mereka ada yang
menjadi pegawai negeri dan sebagian lain tetap swasta. Beberapa di antara
mereka ada yang menamatkan sampai S3 di Timur Tengah, tetapi kebanyakan hanya
sampai S1 (Lc) dan S2 (MA). Mereka yang tersebut terakhir ini banyak pula yang
meneruskan kuliah strata berikutnya di Indonesia sampai jenjang paling tinggi.
Secara
individual mereka sangat berperanan di dalam kehidupan sisoal kemasyarakatan,
pendidikan, dakwah dan keumatan secara umum. Dr. Eka Putra Warman, MA, Rektor
UIN IB sekarang adalah Ketua Yayasan HIMAKA, konon selalu mengadakan komonukasi
dan konslolidasi sesama alumni tadi.
IV. Organisasi Islam dan Pendidikan
Bersama
masuknya pengaruh kemajuan pada awal abad ke-20 ke Indonesia, Minangkabau telah
menjadi pintu gerbang utama . Menurut Korver, (1985); Deliar Noer, (1980) : dan
Azyumardi Azra, (2004), paling tidak ada 4 jalur utama masuknya pembaharuan
pemikiran Islam ke Indonesia dari Timur Tengah. Keempatnya adalah melalui
masyarakat Indonesia keturunan Arab; tokoh-tokoh modernis Islam Minangkabau;
organisasi Islam modern dan tradisional seperti Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama,
Tarbiyah Islamiyah, Jamiat al-Khairiyah, Al-Irsyad, al-Washliyah dll; Serta
melalui media, buku, jaringan ulama Timur Tengah dan Nusantara. (Azyumardi
Azra, 2004).
Khusus
untuk Minangkabau organisasi Islam yang dominan di tengah masyarakat di
perkotaan dan pedesaan adalah Muhammadiyah[5],
Tarbiyah Islamiyah[6]
Nahdatul Ulama, dan Jama’ah Tariqat, baik Syatariyah maupun Naqsyabandiyah.
Tiga yang pertama di samping merupakan jam’iah, persyarikatan sosial
kemasyarakatan juga mempunyai amal usaha di berbagai bidang.
Muhamamdiyah
dan Ortom-ortomnya (7 Ortom) mempunyai 317 instalasi pendidikan dari Taman
Kanak-kanak, SD, Ibtidaiyah, Pesantren, SMA, SMP, Tsanawiyah , Aliyah dan
Universitas Muhammadiyah Sumbar dengan 11 Fakultas (Agama, Ekonomi, Hukum,
Pertanian, Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Teknik, Kehutanan, Kesehatan,
Kepariwisataan, Sains-Teknologi dan Ilmu Politik dengan program D3, D4, S1.
Ada Pascasarjana Kependidikan Islam dan Hukum Islam. Kemudian ada Mahad Lughatul Arabiyah wa Dirasah Islamiyah kerjasama dengan AMCF (Asian Muslim Charity Foundation). Aisyiah memiliki pula Akademi perawat.[7] Pusat pendidikan Islam Muhammadiyah tingkat Madrasah yang akhir tahun 70-an disebut Pesantren, terbesar adalah di Kauman Padang Panjang, Al-Kautsar 50 Kota, Muallimin di Sawah Dangka Agam dan Mualimin di Lintau, Batu sangkar serta di Ujung Gading Pasaman Barat, al Mumtaz di Solok, dll.
Ada Pascasarjana Kependidikan Islam dan Hukum Islam. Kemudian ada Mahad Lughatul Arabiyah wa Dirasah Islamiyah kerjasama dengan AMCF (Asian Muslim Charity Foundation). Aisyiah memiliki pula Akademi perawat.[7] Pusat pendidikan Islam Muhammadiyah tingkat Madrasah yang akhir tahun 70-an disebut Pesantren, terbesar adalah di Kauman Padang Panjang, Al-Kautsar 50 Kota, Muallimin di Sawah Dangka Agam dan Mualimin di Lintau, Batu sangkar serta di Ujung Gading Pasaman Barat, al Mumtaz di Solok, dll.
Muhammadiyah
Sumbar mempunyai 48 Panti Asuhan, 1500 Masjid dan Musalla dengan 8 ribu
Muballigh dan Muballighat. Ada sekitar 650 persil tanah wakaf, hibah dan
pembelian seluas 2, 3 juta meter persegi. Mempunyai 2 Rumah Sakit Aisyiah dan 8
poliklinik. Ada lembaga ekonomi berbasis syariah, seperti 8 BMT dan beberapa
BPS Syariah. Banyak lagi yang lain.
Sementara
Tarbiyah Islamiyah, mempunyai puluhan madrasah. Yang terkemuka antara lain di
Ampek Angkek Canduang serta Batu Hampar Payukumbuh. Selanjutnya,
madrasah-madarasah independen. Artinya tidak terkait langsung secara struktural
dengan organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah dan Tarbiyah.
Antara
lain seperti yang telah kita ketahui adalah Diniyah Putri dan Thawalib, Nurul
Ikhlas, Serambi Mekkah di Padang Panjang. Sumatra Thawalib di Parabek dan
Pesanten modern Terpadu Prof. Dr. HAMKA di Duku Pariaman.
Pesantren indpenden lain yang ada di berbagai nagari, diperkirakan ada sekitar 500 buah. Pesantren-pesantren ini tidak terlalu ketat administrasi dan manajemennya. Dengan kata lain secara kualitas masih belum memenuhi harapan umat, kecuali ada beberapa yang masih dapat dihitung dengan jari.
Sementara itu, Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di Sumbar dewasa ini ada sekitar 120 unit. Di antara yang negeri adalah Unand, UNP, UIN, IAIN, IAIN Mahmud Yunus di Batu Sangkar dan M. Jamil Jambek di Bukittingi dan ISI di Padangpanjang. Yang swasta yang menonjol Univ. Bung Hatta, Eka Sakti dan Taman Siswa, di samping Universitas Muhammadiyah Sumbar yang telah di singgung terdahulu.
Pendidikan
agama di bawah Pemerintah melalui Kementerian Agama beberapa di antaranya cukup
menonjol dan baik. Madrasah Aliah Negeri di Koto Baru Padang Panjang (dulunya)
misalnya, banyak lulusannya yang melanjutkan pelajarannya di Mesir dan Timur
Tengah umumnya. Tentu cukup membanggakan pula Diniyah putri Padang Panjang,
Tawalib Padang Panjang, Madrasah Tarbiyah Canduang dll.
Akan
halnya Tariqat Syatariyah dan Naqsyabandiyah, merupakan kumpulan jam’ah yang
ada pada beberapa nagari di Pariaman, Pasaman, Agam, 50 Kota, Pesisir Selatan,
Sawahlunto Sijunjung dan Tanah Datar.
Koto
Tuo, sebuah nagari di Agam di pinggiran jalan arah ke Maninjau dari Bukittinggi
ada surau utamanya yang merupakan basis Syatariyah untuk Sumbar, Riau dan
Jambi.
Nagari
Ulakan di Pariaman merupakan tempat ziarah utama kaum Syatariyah sebagai tempat
makam Syekh Burhanuddin yang dianggap pembawa awal tariqat ini ke umbar dari
Aceh pada awal abad ke-17. Jama’ah tariqat ini tampaknya tidak menggarap
lembaga pendidikan formal seperti Muhammadiyah dan Tarbiyah, tetapi memfokuskan
diri kepada pembinaan jama’ah dan kelompok zikir, pengajian dan wirid-wirid
serta bimbingan kerohanian.
Sebagian
di antara mereka yang tadinya melakukan zikir dan kegiatan jama’ah secara
tertutup atau semi tertutup khusus bagi jama’ah mereka sendiri, belakangan ada
fenomena baru. Sebagian di antara mereka ada yang sudah menjadikan halaqah
zikir itu sebagai kegiatan publik.
Ini
tampaknya dapat dikatakan sebagai lanjutan perkembangan dari pola di Jawa
seperti kelompok zikir Ustazd Arifin Ilham dan lain-lain. Seorang anak muda,
keluaran Madrasah Tarbiyah Islamiyah Candung, Boy Lestari Dt Palindih, pada
tahun 2003/2004 aktif berkegiatan di bawah Yayasan Zikir al-Ikhlas. Pada tahun
20014 kelompok zikir itu disebut Babussalam, giat melakukan bimbingan zikir
massal. Ia dibantu oleh dua orang sesama Tarbiyah, Prof. Dr. Salmadanis,
M.Ag dan Prof. Dr. Duski Smad, M.Ag. Ketiga mereka adalah aktivis Tarbiyah
Islamiyah. Tentu saja 10 tahun terakhir ada BKMT dan kelompok pengajian lain
yang cukup aktif membina ummat.
V. Isu Aktual
Perda
No. 11 Th 2001 tentang Anti Ma’shiat. Intinya adalah pelarangan pelacuran ,
perjudian dan minuman keras di wilayah daerah Provinsi Sumatra Barat.
Perda
No. 9 Th. 2001 tentang Pemerintahan Nagari. Intinya adalah bahwa tingkat
pemerintahan terendah di Sumbar yang pada tahun 1979 dari Desa menjadi kembali
ke Nagari. Dasar kehidupan nagari adalah Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi
Kitabullah (ABS-SBK). Di setiap nagari di samping ada pemerintahan nagari
sebagai eksekutif ada lembaga Adat dan Syara’ Nagari, ada pula Badan Musyawarah
Anak Nagari atau Badan Perwakilan Anak Nagari.
Peraturan
Daerah di beberapa Kota dan Kabupaten yang mendukung pelaksanaan Adat Basandi
Syarak, Syarak Basandi Kitabullah dilahirkan pula. Di amtaranya Perda tentang
kewajiban anak-anak sekolah dan pegawai daerah setempat berpakaian busana
muslimah. Begitu soal kewajiban baca tulisa aksara al-Qur’an yang wajib
dikuasai oleh murid-murid yang akan tamat SD dan anak muda yang akan melangkah
ke jenjang perkawinan atau mendirikan rumah tangga.
Pemurtadan
atau Kristenisasi. Pada tahun 1970-an upaya pemurtadan melalui usaha sosial dan
kesehtan di antaranya mendirikan rumah sakit Baptis Imanuel di Bukittingi. Hal
itu dapat ditolak oleh masyarakat Minangkabau melalui perjuangan sengit
dipimpin HMD Dt. Palimo Kayo dan Dr. Moh. Natsir. M. Natsir dan Palimo Kayo
mendirikan RS Ibu Sina. RS Imanuel diambil alih oleh Pemerintah Daerah dengan
mengubah nama dan status, sekarang menjadi RS Pusat Pengendalian Stroke.
Paling
akhir isyu pemurtadan ini adalah melalui rayuan kepada generasi muda terutama
wanita muda. Ada beberapa pasangan yang kawin antar agama. Pada mulanya yang
laki-laki masuk Islam, kemudian kembali murtad. Lalu ia memurtadkan isterinya.
Modus lain menculik seperti kasus Wawah yang heboh 3 tahun lalu. Belakangan ada
kasus hipnotis dan memasukkan jin syetan sehingga beberapa mahasiswa di UNAND
dan IAIN ditenggarai dirasuki oleh Jin dan syetan tersebut sampai kesurupan
dengan menyebut Tuhan Yesus dan sebagainya. Pada 9 Juni lalu dihebohkan lagi
oleh penemuan al-Qur’an yang kulit penjilidannya berlapis tulisan injil. Kasus
itu sekarang sedang di dalam langkah-langkah penyelidikan dan upaya hukum.
Pada
dasarnya modus operandi pemurtadan itu dalam beberapa dekade terkahir ini dapat
dikategorikan kepada cara-cara sebagai berikut:
(1)
Rayuan terhadap gadis Minang oleh laki-laki Salibi, dikawini dan dimurtadkan.
(2)
Assimilasi melalui program transmigrasi.
(3)
Pendirian Rumah Ibadah di komunitas muslim tanpa izin dan tanpa sepengatahuan
masyrakat setempat. Lalu untuk kelihatan ramai pelaksanaan ibadah di tempat
itu, mereka mengundang jemaat Kristen dari kota lain di Sumbar dan Provinsi
Tetangga.
(4)
Menjual daging babi yang sudah digoreng atau bentuk lain, daging sate babi.
Kasus ini pernah mencuat di salah satu tempat. Akibatnya fatal sehingga
komunitas Kristen di salah satu tempat di situ diusir dan salah satu bangunan
di kompleknya mengalami kebakaran.
(5)
Menyebarkan tulisan dalam Bahasa Minang dengan isi ajaran Kristiani.
(6) Penyebaran
Injil berbahasa Minang.
(7)
Operasi simpatik, seperti kegiatan LSM yang sangat gandrung mendiskusikan
persoalan toleransi dan pluralitas yang pada pada dasarnya memberi peluang
kepada penganut agama lain berkomunikasi secara intensif dengan generasi muda
Islam.
(8)
Memberi perhatian dan mengorganisasikan orang miskin dan anak jalanan serta
pencandu narkotika untuk direhabilitasi, kemudian dimurtad kan. Hal yang
terakhir ini masih bersifat rahasia dan pelaksanaanya dibawa keluar Sumbar.
Sikap
dan tindakan yang diambil Ummat Islam di Sumbar terhadap isyu pemurtadan:
(1)
Secara spontan beberapa aktivis Islam telah melakukan konsolidasi yang amat
intensif untuk menghadapi masalah-masalah pemurtadan. Sejak tahun 1970-an
peranan itu telah dilakukan oleh para ulama dan ormas Islam. Pada waktu
belakangan ini ada beberapa lembaga yang hadir. Misalnya Paga Nagari,
Masyarakat Peduli Minangkabau; FAKTA (Forum Anti Kristenisasi dan Permurtadan)
. Semua organisasi merupakan himpunan para aktivis dari perorangan dan ormas
Islam yang sudah ada.
(2)
Pemerintah Provinsi Sumbar telah melakukan pertemuan-pertemuan terhadap ormas
Islam dan topkoh peorangan masyarakat membahas masalah tersebut. Tindak
lanjutnya antara lain adalah mencari data dan fakta yang dapat nyta dalam kasus
ini. Di samping perlu terus dilakukan komunikasi dan konsolidasi dan
tokoh-tokoh masyarakat agama lain yang ditenggarai sebagai asal dari
orang-orang yang menjadi sumber masalah.
(3)
Meningakatan peranan lemabaga pendiudikan, ormas Islam dan rumah tangga serta
tigo tungku sajarangan dalam membina ummat dankeluarga untuk membentengi diri
dari terjemurumusnya warga kepada pemurtadan.
(4)
Departemen Agama yang sudah memiliki kelembagaan yang disebut Forum Konsultasi
Antar Umat Beragama yang melakukan kegiatan konsultasi sekali dalam setahun
lebih ditingkatkan peranannya untuk dapat melakukan pembinaan yang positif dan
tidak intervensi atas ummat lain .
(5)
Ada satu atau dua LSM yang melakukan kegiatan dialog dan pertemuan-pertemuan
antar pemeluk agama untuk membina dan meningkatkan upaya saling pengertian.
(6)
Apabila ada data dan fakta yang konkret yang dapat berindikasi hukum atau
melanggar peraturan dan perundang-undangan, segera diproses secara hukum dan
peradilan.
(7)
Pembinaan ekonomi dan pengentasan kemiskinan, serta pembinaan kehidupan sosial
keagamaan meruapakan salah satu kunci yang amat menentukan di dalam mengatasi
isyu Kritenisasi dan Permutadan di wilayah ini.
VI. Respon Ormas Islam
Pada
tahun 2016 dan awal 2017, Ormas Islam Sumbar bersama MUI melakukan berbagai
komunikasi dan koordinasi baik internal maupun ekternal. Secara internal. Pada
2015 akhir adalah awal kiprah kepepimpinan pada kepengurusan berbagai Ormas di
Sumbar untuk 5 tahun berikutnya. Rata-rata memang masa kepemimpinan atau
kepengurusan ormas-ormas itu adalah 5 th. Mulai dari MUI, Muhammadiyah dan
Ortom-ortomnya, Tarbiyah Islamiyah dan organisasi sayapnya, Nahdatul Ulama
dengan organisasi pendukungnya, Dewan Dakwah Islamiyah, BKMT, Kelompok Zikir,
HMI, PII dan lain-lain.
Secara
internal, di samping melakukan penyempurnaan kepengurusan dan menyempurnakan
program kerja hasil musyawarah wilayah mereka masing-masing, tak kurang adalah
melihat apa yang telah dan akan dilakukan para periode berikutnya menyangkut
dinamika hidup keberagamaan di Sumbar.
Oleh
karena semua Ormas Islam sependapt bahwa Islam itu adalah bersifat syumuliah,
mencakup, integrattif kehidupan duniawi dan ukhrawi. Akan tetapi di dalam
kenyataan sehari-hari, Orma-ormas itu seliruhnya kesulitan menjalankan roda
organisasinya. Lain tidak karena mesin penggerak SDM dan bahan bakar penggerak,
pendanaan organisasi yang amat minim.
Adalah
suatu yang ironis, MUI Smbar beberapa waktu lalu menutup kantornya karena
tidak ada dana pembayar transportasi dan honorarium karyawan, pembayar listrik,
kebutuhan alat tulisan kantor, dana penggerak operasional. Mereka dalam skala
amat terbatas hanya bergerak oleh hasil patungan dan bantuan yang amat minim
dari masyarakat. MUI, bahkan telah berhutang sejumlah uang yang cukup besar.
Semua itu sempat menghebohkan jagad media arus utama dan media sosial netizen.
Begitu pula keluhan ormas seperti LKAAM, Bundo Kanduang dan lainnya. Kasus
LKAAM lain lagi. Di samping tidak ada dana penggerak organisasi, tragis lagi
Kantor Baru yang dibangun oleh Badan Penanggulangan Bencana Nasional, belum
bisa ditempati. Konon, belum diserahkan kuncinya oleh Prmprov.
Keadaan
ini sudah berjalan hampir 4 tahun. Dulu ada sedikit bantuana dana APBD melalui
hibah dan bantuan sosial kepada ormas. Tetapi dengan alasan setiap pengajuan ke
pusat oleh Provinsi selalu dicoret oleh Kemendagri, maka semua Ormas itu
mengalamai kesulitan yang tak alang kepalang.
Di
tengah kesulitan pendanaan itu, apa yang dilakukan Ormas? Pada dasarnya secara
formal Ormas tetap tegak eksistensinya. Mereka menjalankan operasional kegiatan
rutin dengan terseok-seok. Kalau ada kegiatan yang bersifat agak memadai, itu
dilakukan dengan menggali dana dari para donatur dan masyarakat pendukung dan
simpatisan. Sekali-sekali dibantu oleh pihak swasta dan BUMN yang juga amat
terbatas. Pada hal dulu, baik di masa Orde Baru atau di awal dekade reformasi,
bantuan setiap tahun dari APBD yang bervariasi jumlahnya, cukup memberikan
darah dan kehidupan Ormas-oramas itu.
Pada
beberapa organisasi seperti Muhammadiyah agak ada kegiatan karena mereka sudah
terbiasa tidak tergantung dengan pihak lain. Dibantu oleh badan amal usaha,
serta lembaga keuangan dan Lazismu serta Badan Wakaf Uang yang mereka miliki,
ditambah warga perorangan yang menjadi dermawan dan donatur, masih agal lumayan
ada kegiatan dan gerakan. Sekali sebulan Muhammadiyah tetap membuat agenda yang
disebut Hari Bermuhamamdiyah. Dan pada sisi lain, roda persyarikatan ini masih
berjalan meski dengan tetap gali lobang timbul lobang di dalam pembiyaan.
Memang
tidak banyak yang dapat dibuat oleh Ormas akibat keadaan tadi. Akan tetapi
kegiatan tabligh dan dakwah mereka masih jalan apa adanya. Perhatian pihak
pemerintah dengan alasan aturan dan undang-undang yang mengikat, memang amat
minim, untuk mengatakan tidak ada sama sekali.
VII. Penutup
Dinamika
ummat Islam di Minangkabau senantiasa terus menerus berjalan secara fluktuatif.
Peranan tokoh masyarakat, ulama, pemerintah dan ormas Islam senantiasa harus
diintegrasikan di dalam menghadapi persoalan sosial keagaman, pendidikan, peningkatan
kualitas SDM , ekonomi dan sosial budaya di Minangkabau.
Angkatan
muda Minangbau menjadi ujung tombak yang harus terus menerus diasah di dalam
menghadapi tantangan untuk kebangkitan ummat. Mereka yang ada di kampung dan di
rantau, lebih-lebih yang sedang menuntut ilmu di berbagai belahan dunia
diharapkan mengisi kemampuan kecerdasan intelektual, sosial, emosional dan
spiritualnya untuk kembali ke Tanah Air di dalam membangun ummat dan bangsa ke
arah yang lebih baik di masa kini dan akan datang.
Padang,
5 Agustus 2017.
[1] Disampaikam
pada forum Halal bi Halal Alumni PGA Padang, Hotel Bumi Minang, 5 Agustus 2017.
Tulisan ini merupakan rekonstruksi ulang dan lanjutan serta perluasan dari
tulisan, “Isyu Aktual : Islam di Minangkabau” yang disampaikan pada diskusi
dengan KMM (Kesepakatan Mahasiswa Minangkabau) Mesir, Juli 2004. Lihat,
[2] Shofwan
Karim Elhussein, H. BA., (IAIN IB Padang, 1976) Drs., (IAIN IB Padang, 1982) ;
MA., (IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1991); DR. (UIN Syarif Hidayatullah,
2008); Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumbar (2015-2020; 2000-2005) dan
Dosen IAIN –UIN Imam Bonjol Padang, 1985-sekarang; Rektor UMSB 2005-2013;
Komisaris PT Semen Padang, 2005-2015; Anggota DPRD Provinsi Sumbar (1992-1997;
1997-1999).
[3] Berturut-turut
Gubernur Sumbar setelah itu adalah Ir. H. Azwar Anas Dt. Rajo Sulaiman, Ltejen.
Purnawirwan (1977-1987). Drs. H. Hasan Basri Durin Dt. Rky Mulie Nan Kuniang
(1997-1997). H. Mukhlis Ibrahim, Brigjen Purnawirawan ( 1997-1999). Pejabat
Gubernur H. Dunija, Brigjen Purnawirwan (1999-2000). Kini adalah H. Zaibal
Bakar , SH (2000-2005).
[4] Bukittinggi,
Padang, Simpang Ampek Pasaman Barat, Payakumbuh dan Padang Panjang.
[5] Muhammadiyah
yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan dan kawan-kawan di Yogyakarta tahun 1912
masuk ke Minangkabau dibawa oleh Dr. Abdul Karim Amarullah pada th. 1925.
Organisasi ini sejakan dengan organisasi yang ide dasarnya ada kemiripan dengan
Sendi Aman Tiang Selamat di Maninjau. Setelah Muhammadiyah masuk, Sendi Aman
seakn melebur ke persyarikatan ini.
[6] Tarbiyah
Islamiyah lahir pada tahun 1928 yang diprakarsai oleh antara lain Inyiek
Canduang Syekh Sulaiman Al-Rasuli.
[7] Selanjutnyalihat
Profil Muhammadiyah Sumbar,
Komentar
Posting Komentar