Makalah II : “DAKWAH ISLAM di NUSANTARA dan ASAL USUL MUHAMMADIYAH”

MAKALAH


“DAKWAH ISLAM di NUSANTARA dan ASAL USUL MUHAMMADIYAH”


Diajukan Untuk Memenuhi Mata Kuliah

AL ISLAM dan KEMUHAMMADIYAHAN 3















Disusun Oleh :

Evi Suryaningrum, S.Pd.I ( 23010042 )

Fitri Gusnita, S.Pd.I ( 23010041 )

Badriyatul Muniroh, S.Pd.I ( 23010045 )



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) FAKULTAS PASCASARJANA

Mata Kuliah : Al Islam dan Kemuhammadiyahan 3 Dosen Pengampu : Ust.Dr.Shofwan Karim Elhusein,MA

 

KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan petunjuk dan karuniaNya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Al Islam dan Kemuhammadiyahan 3. Diharapkan makalah ini dapat menjadi salah satu sumber pembelajaran dan bahan diskusi bagi mahasiswa serta pembaca pada umumnya dan juga sebagai inspirasi untuk lebih memahami dakwah Islam di Nusantara dan asal usul Muhammadiyah.


Ucapan terimaksih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah mendorong tersusunya makalah ini, khususnya kepada beliau Bapak Dr.Shofyan Karim Elhusein.MA. selaku dosen pengampu yang telah mendorong dan memotivasi penulis demi terselesaikanya makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih sangat banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan peran aktif dan kritik yang konstruktif dari pembaca demi peningkatan kualitas makalah yang akan penulis buat di masa mendatang.























DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Penulisan 2

BAB II PEMBAHASAN 3

3.1 Teori Masuknya Islam di Nusantara 4

3.2 Proses Perkembangan Islam di Nusantara 5

3.3 Corak Islam di Nusantara 10

3.4 Kedatangan dan Penjajahan Bangsa Barat di Nusantara 11

BAB III PENUTUP 21

4.1 Simpulan 21

4.2 Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 23

 

BAB I PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang Masalah


Sejak zaman pra sejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar- pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas.Sejak awal masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di daratan Asia Tenggara.Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang dijual disana menarik bagi para pedagang, dan menjadi daerah lintasan penting antara Cina dan India.Sementara itu, pala dan cengkeh yang berasal dari Maluku dipasarkan di Jawa dan Sumatera, untuk kemudian dijual kepada para pedagang asing. Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan Jawa antara abad ke-1 dan ke-7 M sering disinggahi para pedagang asing seperti Lamuri (Aceh), Barus, dan Palembang di Sumatra; Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa. Bersamaan dengan itu, datang pula para pedagang yang berasal dari Timur Tengah.Mereka tidak hanya membeli dan menjajakan barang dagangan, tetapi ada juga yang berupaya menyebarkan agama Islam.Dengan demikian, agama Islam telah ada di Indonesia ini bersamaan dengan kehadiran para pedagang Arab tersebut.Meskipun belum tersebar secara intensif ke seluruh wilayah Indonesia.

Pada abad ke 19 berkembanglah organisasi gerakan Islam di Indonesia tumbuh dan berkembang sejak dari negeri ini belum mencapai kemerdekaan secara fisik sampai pada masa reformasi sekarang ini. Perkembangannya, bahkan, kian pesat dengan dilakukannya tajdid (pembaharuan) di masing-masing gerakan Islam tersebut. Salah satu organisasi gerakan Islam itu adalah Muhammadiyah. Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Bahkan merupakan gerakan kemanusiaan terbesar di dunia di luar gerakan kemanusiaan yang dilaksanakan oleh gereja, sebagaimana disinyalir oleh seorang James L. Peacock . Di sebahagian negara di dunia, Muhammadiyah memiliki kantor cabang internasional (PCIM) seperti PCIM Kairo-Mesir, PCIM Republik Islam Iran, PCIM Khartoum–Sudan, PCIM Belanda, PCIM Jerman, PCIM Inggris, PCIM Libya, PCIM Kuala Lumpur, PCIM Perancis, PCIM Amerika Serikat, dan PCIM Jepang. PCIM-PCIM tersebut didirikan dengan berdasarkan pada SK PP Muhammadiyah . Di tanah air, Muhammadiyah tidak hanya berada di kota-kota besar, tapi telah merambah sampai ke tingkat kecamatan di seluruh Indonesia, dari mulai tingkat pusat sampai ke tingkat ranting.Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, yang berarti bahwa Warga Muhammadiyah

 

menjadikan segala bentuk tindakan, pemikiran dan prilakunya didasarkan pada sosok seorang Rasulullah, Nabi Muhammad SAW. Nabi dijadikannya model (uswah al hasanah), yang sebenarnya tidak hanya bagi warga Muhammadiyah tetapi juga seluruh umat Islam bahkan bagi warga non-muslim-kaum yang tidak mempercayainya sebagai rasul sekalipun. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam memiliki cita-cita ideal yang dengan sungguh- sungguh ingin diraih, yaitu mewujudkan “masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”. Dengan cita-cita yang ingin diwujudkan itu, Muhammadiyah memiliki arah yang jelas dalam gerakannya, sebagaimana dikemukakan oleh DR. Haedar Nashir dalam makalah

Organisasi Islam Muhammadiyah tumbuh makin dewasa bersama organisasi Islam besar lainnya sekelas Nahdlatul Ulama (NU), merambah ke segala bentuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan tetap mengedepankan kepentingan umat dari segi sosial- budaya, ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Namun demikian, Muhammadiyah tetap selalu melakukan tajdid dalam aspek ruh al Islam (jiwa keislamannya).



1.2 Rumusan Masala


1. Teori apa saja yang melatar belakangi masuknya Islam ke Nusantara ?


2. Apa saja Proses Perkembangan Islam di Nusantara ?


3. Bagaimana corak Islam di Nusantara?


4. Faktor apa saja yang menyebabkan Bangsa Barat datang ke Nusantara ?




1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan pembuatan makalah ini ialah untuk memenuhi tugas perkuliahan yang diberikan oleh dosen pembimbing penulis, mata kuliah Al Islam dan Kemuhammadiyahan 3. Disamping itu penulis juga ingin mengetahui lebih dalam tentang dakwah Islam di Nusantara dan bagaimana Muhammadiyah didirikan serta apa saja faktor-faktor yang melatarbelakangi pendiriannya.

 

BAB II PEMBAHASAN

3.1 Teori Masuknya Islam di Nusantara



1. Teori Gujarat


Teori ini menyebutkan bahwa Islam masuk ke Indonesia sudah dimulai pada awal abad ke-8 Masehi yang dibawa oleh orang-orang dari Gujarat, India. Tokoh-tokoh yang mendukung teori ini antar alain adalah Snouck Hurgronje dan J.Pijnapel. Dasar-dasar teori Gujarat yaitu :

Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam menyebarkan agama Islam di Indonesia.

Adanya hubungan dagang yang telah lama terjalin dengan bangsa-bangsa India, serta jalur pelayaran dari India yang melalui Indonesia untuk sampai ke Eropa.

Ditemukannya batu nisan Sultan Malik As-Saleh di Samudera Pasai yang menunjukkan corak khas Gujarat.

Berdasarkan keterangan dari Marcopolo yang pernah singgah di kerajaan Peurelak. Dia menemukan bahwa masyarakat Peurelak pada tahun 1292 M, telah banyak yang memeluk agama Islam, yang disebarkan oleh pedagang-pedagang dari Gujarat.

Corak ajaran tasawuf yang menjadi corak khas Islam Indonesia pada awal-awal masa perseberannya, hal ini menguatkan teori ini dikarenakan tasawuf merupakan ajaran yang dipraktikkan oleh penduduk Muslim di India Selatan.


2. Teori Persia


Teori Persia diperkenalkan oleh P.A Husein Hidayat. Dalam teori ini dikatakan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang dari Persia (Iran) yang sudah dimulai dari awal abad ke 12 Masehi. Dasar dari teori ini yaitu :

Adanya persamaan budaya antara muslim Persia dan Indonesia, salah satunya adalah perayaan 10 Muharram atau peringatan Asyura yang oleh masyarakat Iran dipercaya sebagai lambang untuk mengenang peristiwa Husein bin Ali bin Abi Thalib yang terbunuh pada peristiwa Karbala, dengan perayaan atau tradisi Tabuik atau Tabuk di Sumatera Barat dan Jambi.


Terdapat suku Leran dan Jawi di Persia yang menetap dan tinggal di Indonesia khususnya di daerah Gresik, Jawa Timur. Selain itu, terdapat tradisi penulisan Arab Jawi oleh suku Jawa yang diadopsi dari tradisi masyarakat Persia atas tulisan Arab.

 

Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim yang bercorak khas Persia tahun 1419 di Gresik. Maulana Malik Ibrahim adalah salah satu tokoh pertama yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Wali Songo.


3. Teori Arab


Teori ini berpendapat bahwa Islam pertama kali masuk ke Indonesia pada abad ke 7 masehi dan dibawa langsung oleh orang Arab yang telah diperintahkan langsung oleh Nabi Muhammad SAW. Teori ini didukung oleh Hamka, Van Leur, dan T.W. Arnold. Dasar dari teori ini yaitu :

Adanya dokumen dari China yang ditulis oleh Chu Fan Chi yang dikutip dari seorang ahli geografi, yaitu Chou Ku Fei. Dalam dokumen ini disebutkan adanya perkampungan muslim di sekitar pantai Barus, Smuatera Barat yang dikenal sebagai Bandar Khalifah. Dalam bahasa China, wilayah ini dikenal dengan nama Tha-Shih (sebutan orang China untuk orang Arab).

Ditemukannya bukti arkeologis berupa makam kuno di pemakaman Mahligai, Barus. Pada salah stau nisannya, terdapat nama Syekh Rukunuddin yang meninggal pada tahun 672 Masehi.

Pendapat arkeolog dari Ecole Francaise D`Extreme Orient Prancis dan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional yang menyatakan sekitar abad ke 9-12 Masehi, Barus menjadi sebuah perkampungan Muslim yang dihuni oleh berbagai suku bangsa seperti India, China, Aceh, Arab, Tamil, Jawa, Bugis, dan Bengkulu.

Kerajaan Samudera Pasai yang menganut mazhab Syafi`I, sama seperti masyarakat muslim Mesir dan Mekkah yang pada waktu itu menganut mazhab Syafi`i.

Gelar raja-raja Samudera Pasai yaitu Al-Malik, yang diyakini berasal dari Mesir


3.2. Proses Perkembangan Islam di Nusantara


1. Masuknya pedagang Arab 

Sebagian sejarawan menyakini bahwa Islam telah masuk ke Indonesia sejak abad ke-7 Masehi, sesuai dengan berita China dari zaman Dinasti Tang yang menyebut keberadaan perkampungan pedagang Muslim di pantai barat Sumatera. Perkampungan bernama Barus atau Fansur itu diketahui dihuni oleh orang-orang Arab yang memeluk Islam. Oleh karena itu, pada abad ke-7 M, diperkirakan telah terjadi kontak budaya dan agama antara masyarakat lokal Sumatera dengan para pedagang Muslim. Kendati demikian, masuknya para pedagang Muslim Arab, tidak dapat diartikan bahwa agama Islam telah berkembang di Nusantara pada masa itu. Mohammad Yamin menilai, masuk dan perkembangan Islam adalah dua hal berbeda pengertian. Masuknya Islam adalah ketika agama ini baru dikenal oleh bangsa Indonesia melalui persinggungan budaya dengan para pedagang Muslim, seperti saat melakukan transaksi jual beli. Sementara itu, perkembangan Islam ditandai dengan munculnya kekuasaan politik atau kesultanan di Indonesia.   


2. Kemunculan kesultanan Islam 

Samudera Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia.  Samudera Pasai berdiri pada 1267 Masehi atau 19 tahun sebelum Kerajaan Majapahit yang bercorak Hindu muncul pada 1294 di Jawa.  Kerajaan Samudera Pasai didirikan oleh Meurah Silu yang kemudian berganti nama menjadi Malik Al Saleh setelah memeluk Islam. Ia kemudian bergelar Sultan Malik Al Saleh. Penemuan nisan di makam Malik Al-Saleh yang berangka tahun 1297 menjadi bukti bahwa Islam telah masuk ke Indonesia pada sekitar abad ke-13. Keberadaan Samudera Pasai menjadi penanda perkembangan Islam di wilayah Nusantara, khususnya di Sumatera. Selain itu, perkembangan Islam juga terlihat dengan berdirinya Kesultanan Leran di Gresik Jawa Timur pada abad ke-11 Masehi. Baca juga: 9 Koin Kuno Peninggalan Sejarah Islam di Indonesia Setelah Islam berkembang di Nusantara, istilah kerajaan pun berubah menjadi kesultanan. Sementara itu, pemimpin kekuasaan politik tidak lagi menggunakan sebutan raja, melainkan bergelar sultan. Peristiwa ini, menurut J.C. van Leur, terjadi karena motif politik, yaitu peralihan agama para bupati ataupun para penguasa di Indonesia. Motif politik atau motivasi kekuasaan yang diwujudkan dengan peralihan agama menjadi bukti atau pengakuan para raja bahwa Islam menjadi benteng dengan peran besar terhadap proses mempertahankan kekuasaan. Para penguasa menyadari pentingnya berpindah agama demi meraih simpati rakyatnya yang sudah lebih dulu memeluk Islam. Baca juga: 10 Peninggalan Kerajaan Islam di Indonesia Ajaran Islam yang tidak mengenal sistem kasta membuat masyarakat lebih tertarik untuk memeluk agama ini. Islam dianggap sebagai penyelamat rakyat dari sistem stratifikasi sosial berdasarkan garis keturunan yang didasarkan ajaran Hindu.


 3. Runtuhnya kerajaan Hindu-Buddha 

Perkembangan Islam di Indonesia semakin meluas seiring dengan munculnya kekuasaan politik Islam di Timur Tengah, seperti Khulafaur Rasyidin, Umayah, Abbasiyah, Fatimiyah, dan Kesultanan Turki. Masa kejayaan itu pun diikuti dengan runtuhnya pengaruh Hindu dan Buddha di India dan timbulnya kekuasaan politik Islam di sana. Selain itu, pengaruh Islam juga semakin kuat di Yunan, sebagai wilayah China dengan penduduk muslim terbesar. Kejayaan Islam di berbagai negara ini kemudian mempengaruhi perkembangan Islam di Nusantara, terlebih setelah kekuasaan kerajaan Hindu-Buddha runtuh. Kekuasaan politik Islam di Nusantara semakin meluas dengan diikuti pertumbuhan jumlah masjid, pesantren, serta pasar di dalam dan luar Pulau Jawa. Baca juga: Perkembangan dan Peninggalan Islam di Sumatera Para Sejarawan Belanda pada masa pemerintah kolonial, bersepakat membuat periodisasi sejarah Indonesia dengan memundurkan waktu masuknya agama Islam jauh ke belakang atau sesudah runtuhnya kerajaan Hindu-Buddha. Oleh sebab itu, dengan gaya historiografi Belanda, sejarah perkembangan Islam baru banyak dibicarakan setelah Kerajaan Majapahit runtuh pada 1478 Masehi akibat serangan Kerajaan Demak.


3.3 Corak Islam di Nusantara

1. Adaptif dan Tasawwuf 

Menurut teori A.H Johns para Sufi berhasil mengislamkan banyak penduduk di kepulauan Melayu- Indonesia semanjak abad 13. Para sufi menyajikan Islam dalam kemasan yang atraktif, menekankan kesesuaian dan kontinuitas Islam dengan kepercayaan dan praktik agama lokal ketimbang aspek perubahan. Kunci kesuksesan dakwah para sufi pengembara itu terletak pada subtansi dan karakter ajaran para sufi pengembara itu: tasawuf. “Mereka (para sufi pengembara) berkelana ke seluruh dunia yang mereka kenal, yang secara sukarela hidup dalam kemiskinan; mereka sering berkaitan dengan kelompok-kelompok dagang atau kerajinan tangan, sesuai dengan tarekat yang mereka anut; mereka mengajarkan teosofi sinkretik yang kompleks yang umumnya dikenal baik orang-orang Indonesia; mereka menguasai ilmu magis, dan memiliki kekuatan yang menyembuhkan; mereka siap memelihara kontinuitas dengan masa silam, dan menggunakan istilah-istilah dan unsur-unsur kebudayaan pra-Islam dalam konteks Islam.”

3. Adhesi bukan Konversi: “Islamisasi Terbatas” 

Dalam pengamatan lain Azra—dengan meminjam istilah Nock—menggunakan istilah “adhesi” daripada “konversi” sebagai fenomena Islamisasi masyarakat Nusantara pada periode ini. “Adhesi” yakni perubahan keyakinan pada Islam tanpa meninggalkan kepercayaan dan praktik keagamaan yang lama, sedangkan “konversi” mengisyaratkan perubahan yang total dan ketertundukan yang penuh pada Islam dengan menyingkirkan anasir-anasir lokal. Sebagai seorang “modernis” Azra menambahkan bahwa “Wali Sanga di Jawa mengenalkan Islam kepada penduduk lokal bukan dalam bentuk yang ekslusivitas profetik, melainkan umumnya dalam bentuk kompromi-kompromi dengan kepercayaan-kepercayaan lokal yang mapan yang banyak diwarnai takhayul atau kepercayaan-kepercayaan animistik lainnya. Dalam banyak kasus, mereka menarik banyak orang untuk memeluk Islam dengan menggunakan jimat, pesona ilmu kesaktian dan trik-trik supernatural lainnya. Azyumardi Azra menegaskan bahwa fakta geografis sangat penting dalam memahami dan menjelaskan islamisasi di kawasan Nusantara. Posisi Nusantara yang jauh dari Arab menyebabkan islamisasi ini sangat berbeda dengan islamisasi di kawasankawasan lainnya baik di Timur Tengah, Afrika Utara maupun Asia Selatan. Islamisasi di Nusantara menggunakan pendekatan kultural sehingga mencitrakan cara-cara yang damai, sedangkan islamisasi di kawasan Timur Tengah menggunakan pendekatan militer berupa penaklukan sehingga mencitrakan kekerasan.


4. Wali Sanga, Islam Sufistik dan Nusantara

 Menurut Agus Sunyoto kesuksesan islamisasi di tanah Jawa pada abad ke-15 dengan kedatangan rombongan muslim dari Champa, Raden Rahmat (Sunan Ampel) sekitar tahun 1440 yang memiliki bibi yang diperistri Raja Majapahit. Selanjutnya Islamisasi dimulai melalui jaringan para juru dakwah (wali) secara terorganisir dan sistematis, mereka memanfaatkan jaringan kekeluargaan, kekuasaan, kepiawaian mereka merebut simpati masyarakat. Kekuatan gerakan ini terletak pada: (1) ajaran sufisme, (2) asimilasi dalam pendidikan, (3) dakwah lewat seni dan budaya dan (4) membentuk tatanan masyarakat muslim Nusantara.

Sufisme yang dimaksud adalah ajaran wahdatul wujud (kesatuan wujud) dan wahdatus syuhud (kesatuan pandangan) sehingga tidak terlalu asing dengan kepercayaan lokal yang mengakui banyak arwah di mana-mana, dan dalam memandang benda-benda alam terpengaruh aura ketuhanan. Asimilisasi pendidikan adalah pembangunan pesantren yang mendidik generasi-generasi pelanjut dakwah Islam, dalam konteks Raden Rakhmat (Sunan Ampel) terlihat peran anak dan muridnya dalam perkembangan Islam di Jawa, seperti Sunan Bonang dan Raden Fatah sebagai sultan dari kerajaan Islam pertama di Jawa, Demak. Gerakan dalam seni dan budaya dalam bentuk wayang yang disesuaikan dengan kisah dan nafas Islam, juga keterlibatan para wali dalam menyusun tembang, kidung, musik, hingga permainan anak-anak yang bernafaskan Islam. Asimilasi juga tampak pada arsitektur, misalnya bentuk atap masjid yang berundak tiga (simbol: iman, islam, ihsan) merupakan perubahan terhadap atap berundak tujuh yang dikenal dalam bangunan Hindu. Arsitektur Hindu masih tampak pada gerbang-gerbang masjid, juga ornamen-ornamen yang berasal dari kesenian Tionghoa. Tatanan masyarakat muslim dimulai dari kediaman wali yang menjadi pusat masyarakat, dengan masjid dan pesantren serta sebagai pemimpin dan sosok yang dituakan dan dihormati di masyarakat itu. Pengaruh wali yang nantinya terlihat pada kyai, tidak hanya pada dunia pesantren, namun juga pada masyarakat sekitarnya. Selain sufisme Wali Sanga yang berpengaruh pada Jawa, sufisme juga sangat berpengaruh terhadap gerakan islamisasi di kawasan-kawasan lain di Nusantara. Pada abad 16, Buton menerima Islam yang toleran dengan tradisi lokal. Proses Islamisasi di Gowa (1602) yang dilakukan oleh Khatib Bungsu yang tasawwufnya bercorak wahdatul wujud. Demikian pula di Banjar, Kalimantan Selatan, Palembang, Sumatera Selatan (Miftah Arifin: 2015). 





3.4 Kedatangan dan Penjajahan Bangsa Barat di Nusantara

Bangsa Barat yang pertama kali mendarat di Indonesia adalah Portugis di Malaka pada tahun 1511. Setelah itu, bangsa Spanyol datang ke Tidore pada tahun 1521 dan Belanda di Pelabuhan Banten pada tahun 1596. Hal tersebutlah yang menjadi awal penjajahan Indonesia

1. Bangsa Portugis 

 Portugis adalah bangsa Eropa pertama yang datang ke Asia dan melakukan hubungan perdagangan. Bangsa Portugis mengarungi lautan untuk menemukan daerah-daerah yang memiliki sumber daya alam sebagai bahan perdagangan.  Alasan Portugis melakukan perdagangan dengan daerah-daerah lain tersebut sebagai berikut:  Portugis tidak memiliki kekayaan agraris, hasil pertanian harus beli ke negara lain.  Laut merupakan kekuatan utama, berupa perikanan sebagai bahan perdagangan. Sejak abad ke-15 Portugis mulai mengembangkan teknologi maritim. Pelaut Portugis sudah menggunakan kompas dan peta portolan dalam menjelajahi lautan. Pelaut Portugis yang pertama melakukan pelayaran menuju ke Dunia Timur adalah Bartholomeus Diaz. la meninggalkan Portugis pada tahun 1487 dengan menyusuri pantai barat Afrika. Bartholomeus Diaz tidak melanjutkan pelayaran, melainkan bertolak kembali ke negaranya. Selanjutnya, Vasco da Gama menjalankan perintah Raja Portugis Manuel I untuk melakukan ekspedisi menjelajahi samudra mencari Tanah Hindia. Pada tahun 1498 mereka mendarat di Calicut dan Goa di India. Setelah beberapa tahun tinggal di India, orang orang Portugis menyadari bahwa India ternyata bukan daerah penghasil rempah-rempah. Mereka justru mendengar bahwa Malaka merupakan pusat perdagangan rempah-rempah. Bagi Portugis, cara termudah menguasai perdagangan di sekitar Malaka adalah dengan menguasai Malaka. Untuk itu, dikirimlah Alfonso de Albuquerque untuk menjabat pimpinan Portugis di India.  Selanjutnya, Alfonso memimpin langsung ekspedisi ke Malaka dan berhasil menaklukkan Malaka pada 10 Agustus 1511. Sejak itu Portugis menguasai pusat perdagangan rempah-rempah dari Asia ke Eropa. 


2. Spanyol

Awal mula Bangsa Spanyol sampai ke Nusantara adanya ekspedisi Magellan. Magellan merupakan warga Portugis yang setiap mengabdi pada Raja Portugis Raja Manuel I.  Magellan yang dari kecil suka belajar astronomi dan ilmu pelayaran mengembangkan minatnya untuk mengikuti pelayaran-pelayaran panjang. Khususnya untuk menemukan daerah-daerah baru.  Magellan memiliki sahabat bernama Fransisco Serrao yang sering berkirim surat. Beberapa suratnya menceritakan mengenai Spice Islan atau Kepulauan Rempah-Rempah Maluku yang baru ditemukan Francisco.  Magellan kemudian berinisiatif untuk melakukan pelayaran ke timur, menuju Kepulauan Rempah-Rempah tersebut.  Ekspedisi Magellan dimulai dengan mengarungi Samudra Atlantik ke arah barat menuju pantai timur Amerika Selatan. Mereka menyusuri pantai Amerika Selatan untuk mencari selat di antara Samudra Atlantik dan Samudra Pasifik.  Pada 16 Maret 1521 rombongan Magellan mencapai Kepulauan Massava (sekarang Filipina). Di situ Magellan mendirikan sebuah tugu batu sebagai peringatan dan tanda wilayah kekuasan Spanyol. Magellan mendapatkan perlawanan dari penduduk setempat dan terjadi pertempuran hebat dan Magellan tewas.  Sisa-sisa armada Magellan akhirnya meninggalkan daerah tersebut pada 21 Juni 1521 di bawah pimpinan Juan Sebastian del Cano menuju Brunei dengan dipandu oleh orang-orang Moro Filipina. Pada 6 November 1521, rombongan tersebut tiba di Tidore dan melaksanakan transaksi perdagangan dengan Sultan Tidore serta melafalkan beberapa rempah-rempah. 


 


BAB III PENUTUP

4.1 Kesimpulan


Islam masuk ke nusantara sekitar abad ke 7 masehi dan sebelum islam masuk di nusantara , sudah banyak agama dan kepercayaan yang berkembang seperti animisme, dinamisma,hindu, budha. Islam masuk di nusantara melalui berbagai macam cara yaitu melalui perdagangan, kurtural, pendidikan, kekuasaan politik.

Setelah islam masuk di nusantara, islam langsung berkembang dengan sangat pesat dan semakin banyak orang yang masuk islam karena cara penyebaran islam sangat bagus dan tanpa paksaan. Karena semakin banyak orang yang memeluk agama islam sehingga hal ini menyebabkan mulai banyak kerajaan kerajaan islam yeng berdiri di nusantara. Kerajaan yang pertama berdiri di nusantara adalah samudera pasai, dan setelah itu makin banyak kerajaan kerajaan yang berdiri seperti Demak, Cirebon, Ternate, Tidore, Aceh, Perlak, Banten, dan lain-lain.

Muhammad Darwis atau lebih dikenal dengan K.H. Ahmad Dahlan menuntut ilmu di kota suci Makkah, dan hasil dari pendidikannya itu kemudian beliau membentuk sebuah wadah perubahan untuk kembali kepada Al-Qur’an dan As -unnah Rasullullah sesuai dengan arti Muhammadiyah yaitu pengikut Nabi Muhammad SAW. Dari terbentuknya Muhammadiyah di kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H yang bertepatan pada 18 November 1912 M dan tersebar luas hampir seluruh Indonesia sehingga menjadi organisasi besar sampai dengan sekarang tidak lepas dari buah pikiran K.H. Ahmad Dahlan.

 

4.2 Saran


Dari kesimpulan di atas, dapat disarankan hal-hal sebagai berikut :


1. Kita sebagai umat Islam penerus bangsa ini harus senantiasa mengamalkan Islam dalam kehidupan sehari-hari karna mulai dari masuknya Islam ke Nusantara ini sangatlah penuh dengan proses dan perjuangan yang panjang dan munggkin saja kalau bukan dengan perjuangan umat terdahulu hingga saat ini kita tidak dapat merasakan nikmatnya beriman dan berislam

2. Sebagai umat Islam Muhammadiyah, kita harus mempertahankan dan meneruskan perjuangan KH. Ahmad Dahlan dari segala bentuk yang dapat menghancurkan agama Islam.

3. Sebagai umat Islam yang beriman dan bertaqwa pada-Nya, kita tidak seharusnya melakukan hal-hal yang dilarang Islam seperti tahayul, bid’ah, khurofat. Kita harus menjalankan dan mengamalkan seperti apa yang diajarkan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist.

4. Sebagai umat Islam yang berilmu, kita harus memperdalam ilmu dalam segala bidang seperti IPTEK dan ilmu yang lainnya tanpa membedakan, dengan syarat kita tahu apa yang kita pelajari sesuai dengan ajaran Islam. Untuk menjaga agama Islam dari pemusnahan orang-orang kafir, kita sebagai umat Islam harus bersatu melindungi agama Islam.



Referensi : Thomas W. Amold, 1979. Op Cit, hlm 260 Suryanegara, A. M. (2009). Api Sejarah. Bandung: PT Grafindo Media Pratama.


 

DAFTAR PUSTAKA


Hasjmy, A., Sejarah Kebudayaan Islam di Indonesia, cet.1, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1990

Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1994.

Fauzi, Mahmud. 2009. Pendidikan Kemuhammadiyahan. Yogyakarta : Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah

Pasha, Musthafa Kamal & Ahmad Adaby Darban.

2003. Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset

http://ferigramesa.blogspot.com/2013/05/sosok-kepribadian-kyai-ahmad- dahlan.html. Diunduh tanggal 28 Oktober 2017

Thomas W. Amold, 1979. Op Cit, hlm 260 

Suryanegara, A. M. (2009). Api Sejarah. Bandung: PT Grafindo Media Pratama.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Takziyah Sir Prof Dr H Azyumardi Azra, MA., M Phil., CBE Tokoh Cendekiawan dan Akademisi Muslim Dunia

Shofwan Karim, Pembicara dalam Pertemuan MDNG se Dunia