Makalah IV: SEJARAH MUHAMMADIYAH

 



MAKALAH

SEJARAH MUHAMMADIYAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Terstruktur Pada Mata Kuliah

Al Islam Kemuhammadiyahan (AIK)


Oleh:

Andrianto : 23010043

Ahmad Ikbal : 23010044


Dosen Pembimbing:

Dr. Shofwan Karim Elhusein, MA


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA BARAT (UMSB)

1445 H/2023 M


KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat yang Allah berikan, nikmat

iman, islam dan nikmat sehat sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah

ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Al Islam

Kemuhammadiyahan dengan judul “Sejarah Muhammadiyah”. Kami berharap makalah

ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi kami secara khusus dan bagi

para pembaca pada umumnya.


Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Dr. Shofwan Karim Elhusein, MA

Selaku dosen pengampu dalam mata kuliah ini yang telah menuntun dan memberikan

ilmu kepada kami dan terimakasih kepada seluruh rekan-rekan kuliah Pasca Sarjana

Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat kelas 1B yang

selalu kompak dan saling memotivasi dalam proses perkuliahan setiap waktu

Dalam penyusunan makalah ini tentunya masih banyak kekurangan. Oleh karena

itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang

bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Penulis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ i

DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................ 1

A. Latar Belakang.............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah......................................................................................... 2

C. Tujuan dan Manfaat...................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................ 3

A. Latar belakang Lahirnya Muhammadiyah .................................................. 3

B. Profil KH. Ahmad Dahlan ........................................................................... 7

C. Pemikiran KH. Ahmad Dahlan tentang Islam dan umat ............................. 8

D. Perkembangan Muhammadiyah .................................................................. 10

BAB III PENUTUP .................................................................................................... 12

A. Kesimpulan .................................................................................................. 12

B. Saran ............................................................................................................ 12


DAFTAR KEPUSTAKAANBAB I


PENDAHULUAN


A. Latar belakang

Mempelajari sejarah dan perkembangan Muhammadiyah adalah hal yang

paling besar dalam perjalanan perjuangan Islam di Indonesia. Secara garis besar

kita membahas Islam di Indonesia umumnya membahas sejarah bangsa Indonesia.

Muhammadiyah merupakan bagian mata rantai umat Islam di Indonesia. Hal ini

juga tidak terlepas karena Muhammadiyah adalah organisasi Islam pertama kali

yang didirikan oleh Muhammad Darwis yang sering dikenal dengan KH. Ahmad

Dahlan.


Menurut Mukti Ali, Muhammadiyah sering disebut sebagai gerakan modern.

Muhammadiyah memiliki pemikiran yang berbeda, yakni dengan cara memahami

Islam langsung berpegang pada Al Quran dan Sunnah lewat jalan ijtihad, dalam

permulaan abad 20 dimana pada umumnya umaat Islam, memahami ajaran Islam

dengan cara taklid serta mengikuti para imam mahzab.


Muhammadiayah adalah organisasi yang berdiri bersamaan dengan

kebangkitan masyarakat Islam Indonesia pada dekade pertama yang sampai hari ini

bertahandan membesar yang sulit dicari persepadanannya. Jika dilihat dari amal

usaha dan gerakan Muhammadiyah dibidang sosial kemasyarakatan,khususnya di

bidang pendidikan dan dan kesehatan, maka Muhammadiyah merupakan organisasi

sosial keagamaan yang terbesar di Indonesia.


Dalam konteks kesejarahan, berdirinya Muhammadiyah merupakan tuntutan

dan keharusan sejarah agar bangsa Indonesia memuliki jati diri dan daya tawar

yang tinggi dimata penjajah. Berdirinya Muhammadiyah sebenarnya didorong oleh

kegelisahan dan keprihatinan terhadap model dakwah dan pola pemikiran

keagamaan konvensional-tradisional saat itu. Dalam doktrin Islam disebutkan

kuntum khaira ummah”, namun kenyataannya hampir seluruh bangsa yang

mayoritas penduduknya beragama Islam hidup dalam tekanan penjajah. Dalam

makalah ini akan dibahas faktor-faktor apa saja yang mendorong lahirnya

Muhammadiyah dan juga profil beserta pemikiran pembaharuan KH. Ahmad

Dahlan.


B. Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan yaitu

sebagai berikut:

1. Bagaimana faktor objektif (kondisi sosial dan keagamaan bangsa Indonesia

zaman kolonial) ?

2. Bagaimana faktor subjektif (keprihatinan dan keterpanggilan KH. Ahmad

Dahlan terhadap umat dan bangsa) ?

3. Bagaimana profil KH. Ahmad Dahlan ?

4. Bagaimana pemikiran dan pembaharuan KH. Ahmad Dahlan tentang Islam dan

umatnya ?


C. Tujuan dan Manfaat


1. Mengetahui faktor objektif (kondisi sosial dan keagamaan bangsa Indonesia

zaman kolonial)

2. Mengetahui faktor subjektif (keprihatinan dan keterpanggilan KH. Ahmad

Dahlan terhadap umat dan bangsa)

3. Mengetahui profil KH. Ahmad Dahlan

4. Mengetahui pemikiran dan pembaharuan KH. Ahmad Dahlan tentang Islam

dan umatnya


BAB II


PEMBAHASAN


A. Latar Belakang Lahirnya Muhammadiyah

محمد“ Secara etimologis, Muhammadiyah berasal dari bahasa Arab, dari kata

yaitu nama Nabi dan Rasul Allah yang terakhir. Muhammad itu sendiri berarti

“yang terpuji”. Kemudian mendapatkan tambahan yā’ nisbah yang berfungsi

menjeniskan atau membangsakan atau bermakna pengikut. Jadi Muhammadiyah

berarti sejenis dari Muhammad. Tegasnya golongan yang berkemauan mengikuti

Sunnah Nabi Muhammad SAW yang mengucapkan dua syahadat, maka dia adalah

orang Muhammadiyah, tanpa dilihat atau dibatasi oleh perbedaan organisasi,

golongan, bangsa, geografis etnis, dan sebagainya.


Secara terminologi, Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang didirikan

oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah tahun 1330 H, bertepatan

dengan tanggal 18 November tahun 1912 M di Yogyakarta. Pemberian nama

Muhammadiyah oleh KH. Ahmad Dahlan diharapkan agar warga Muhammadiyah

dapat mengikuti Nabi Muhammad SAW dalam segala tindakannya. Sedangkan

organisasi itu merupakan alat atau wadah dalam usaha melancarkan kegiatan sesuai

tujuan. Hal ini dijelaskan Ahmad Dahlan yang terkenal dengan wasiatnya kepada

organisasi Muhammadiyah yaitu bahwa: “Hidup-hiduplah Muhammadiyah dan

tidak mencari penghidupan dalam Muhammadiyah”. Artinya ideologi

Muhammadiyah yang Beramal Ma’ruf Nahi Mungkar harus murni dilakukan.

Maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi

Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar- benarnya.

Secara lebih konsepsional berdirinya Muhammadiyah dilatar belakangi oleh

dua faktor utama, yaitu faktor objektif dan faktor subjektif. Adapun penjelasannya

adalah sebagai berikut:


1. Faktor Objektif (Kondisi sosial Keagamaan Bangsa Indonesia Zaman

Kolonial)


Secara umum faktor pendorong kelahiran Muhammadiyah bermula dari

beberapa kegelisahan dan keprihatinan sosial religius dan moral. Kegelisan

sosial ini terjadi disebabkan oleh suasana kebodohan, kemiskinan danketerbelakangan umat. Sedangkan kegelisahan religius muncul karena melihat praktek keagamaan yang mekanistik tanpa terlihat kaitannya dengan prilaku

sosial dan positif disamping sarat dengan tahayul, bid’ah dan khurafat.

Ada beberapa hal yang menjadi penyebab obyektif didirikannya

Muhammadiyah sebagai lembaga sosial keagamaan.


 Faktor Obyektif ini dapat

dibedakan menjadi dua yaitu internal dan eksternal. Dari segi internal meliputi:


a. Kondisi umat Islam Indonesia pada saat itu secara umum adalah rendah

pemahamannya terhadap ajaran Islam. Hal ini sebagai akibat rendahnya

kualitas pendidikan yang dimiliki. Akibat dari rendahnya pemahaman

mereka terhadap agama Islam, maka sering kali terjadi distorsi, terlebih

pada kurun waktu itu Islam lebih dipahami secara Fiqh semata. Clifford

Geertz, menemukan adanya varian tingkat keberagamaan umat Islam di

Indonesia dalam tiga kategori yakni priyayi, abangan, dan santri.


b. Keterbelakangan umat Islam dan bangsa Indonesia akibat penjajahan.

Penjajahan ini juga mengakibatkan umat Islam dan bangsa Indonesia

menjadi bodoh dan miskin.


c. Lembaga pendidikan khususnya umat Islam di Indonesia, di samping

secara akademis tidak memenuhi syarat sebagai lembaga pendidikan yang

modern, juga tidak berorientasi ke depan yang bersifat problem solfer

terhadap berbagai tantangan yang sedang dihadapi umat Islam dan bangsa

Indonesia pada saat itu.


Sedangkan dari segi eksternal, meliputi antara lain:


a. Kondisi bangsa Indonesia pada saat itu dijajah oleh Belanda, dan sangat

logis bahwa bangsa yang terjajah adalah bangsa yang rendah harga dirinya,

bodoh, dan miskin, serta kehilangan dinamika.

b. Penjajah Belanda bukan hanya menjajah, tetapi juga menyiarkan ideologi

agama yakni agama Kristen. Hal ini wajar karena para penjajah bukan

hanya membawa misi memperoleh keuntungan secara finansial tetapi juga

mempunyai misi kristenisasi.

c. Secara global pada saat itu sedang terjadi trend kebangkitan umat Islam

yang didengungkan oleh para tokoh Islam diberbagai Negara Islam di

dunia, serta sedang memuncaknya semangat umat Islam khususnya diIndonesia untuk melepaskan diri dari penjajahan.

d. Meningkatnya Gerakan Misi Agama Lain ke Masyarakat Indonesia

Pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu menggarap penduduk bumi

putra melalui dua langkah besar yaitu program asosiasi dan kristenisasi.

Program asosiasi adalah mengembangkan budaya barat sedemikian rupa

sehingga orang Indonesia mau menerima kebudayaan barat sebagai

kebudayaan mereka tanpa mengesampingkan kebudayaan sendiri. Program

ini lebih dikenal dengan program westernisasi. Sementara program

kristenisasi adalah program yang ditujukan untuk mengubah agama

penduduk yang Islam maupun bukan menjadi kristen.


2. Faktor Subyektif (Keprihatinan dan Keterpanggilan KH. Ahmad Dahlan

Terhadap Umat dan Bangsa)


Yang dimaksud faktor subyektif ini adalah faktor yang berkaitan dengan

pribadi KH. Ahmad Dahlan sebagai pendirinya. KH Ahmad Dahlan adalah

orang yang sangat tekun mempelajari ilmu agama dengan mendalami isi yang

terkandung dalam al-Quran dan al-Hadits. KH. Ahmad Dahlan percaya bahwa

dalam al-Quran dan al-Hadits terdapat nilai- nilai yang dapat dijadikan sebagai

landasan untuk mengubah situasi dan kondisi umat Islam yang mengalami

keterbelakangan, kemiskinan dan kebodohan.


Menurut para analis, faktor subyektif yang paling fundamental adalah

hasil kajian mendalam KH. Ahmad Dahlan terhadap al-Qur’an surat Ali Imran

ayat 104.


Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada

kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar;

merekalah orang-orang yang beruntung.


Ayat tersebut benar-benar dapat menginspirasi KH. Ahmad Dahlan,

sehingga tergerak hatinya untuk membangun sebuah perkumpulan, organisasi

atau persyerikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmatmelaksanakan misi dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat luas.


Sebelum Muhammadiyah tersebar merata di seluruh Indonesia, KH. Ahmad

Dahlan telah melakukan berbagai upaya legalisasi terhadap organisasi yang baru

didirikannya itu. Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan

permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum.

Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan

Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah

Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta saja.

Pemerintah Hindia Belanda khawatir akan perkembangan organisasi ini,

itulah sebabnya kegiatannya dibatasi. Walaupun Muhammadiyah dibatasi

perkembangannya, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari, Imogiri dan

lain-lain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan

dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka Ahmad

Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar

Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul-Islam di Pekalongan, di Ujung

Pandang (Makassar) dengan nama al-Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah.

Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF)

yang mendapat bimbingan dari cabang Muhammadiyah.


Setelah keluarnya izin pemerintah untuk mendirikan cabang-cabang

Muhammadiyah di luar Yogyakarta dan Jawa pada tahun 1921, maka mulailah

gerakan tersebut meluas hingga ke Surabaya, hingga mendirikan cabang-cabangnya

di Padang Panjang, Sumatera Barat. Pada tahun 1938 cabang Muhammadiyah telah

merata ke seluruh daerah di Hindia Belanda.


Salah satu komitmen Muhammadiyah sejak berdirinya sampai sekarang

adalah bahwa Muhammadiyah memposisikan dirinya sebagai gerakan dakwah

Islam berbasis akidah yang murni. Jadi dasar utama yang kemudian menjadi

khittahnya adalah Tandif al-Aqidah atau pemurnian akidah. Komitmen dasar ini

sekaligus menjadi karakter utama dalam pengembangan pemikiran keagamaan yang

dilakukannya.


B. Profil KH. Ahmad Dahlan


KH. Ahmad Dahlan, nama kecil beliau adalah “Raden Ngabei Ngabdul

Darwis” kemudian dikenal dengan nama Muhammad Darwisy. KH. Ahmad Dahlan

merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang semua saudaranya

perempuan, kecuali adik bungsunya. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang

kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang

terkemuka di antara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran

dan pengembangan Islam di Tanah Jawa.


Adapun silsilahnya adalah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin Abu

Bakar bin Muhammad Sulaiman bin Kyai Murtadla bin Kyai Ilyas bin Demang

Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman

Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlullah (Prapen) bin

Maulana Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim.


Pada umur 15 tahun, beliau pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima

tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-

pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, al- Afghani, Rasyid

Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888,

beliau berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Setelah kembali dari ibadah hajinya,

kegiatan sosial Ahmad Dahlan makin meningkat. Ia membuka kelas belajar dengan

membangun pondok guna menampung murid yang hendak belajar ilmu umum

seperti ilmu falaq, ilmu tauhid, dan tafsir.


Selain itu, beliau juga intensif melakukan komunikasi dengan berbagai

kalangan ulama, intelektual dan kalangan pergerakan seperti Budi Utomo dan

Jamiat Khair. Pada tahun 1903, beliau bertolak kembali ke Makkah dan menetap

selama dua tahun. Pada masa ini, beliau sempat berguru kepada Syekh Ahmad

Khatib yang juga guru dari pendiri NU yakni Hasyim Asy‟ari.


Pada tahun 1912, beliau kemudian mendirikan Muhammadiyah di kampung

Kauman, Yogyakarta. Sepulang dari Makkah, ia menikah dengan Siti Walidah,

sepupunya sendiri, anak Penghulu Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad

Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya

dengan Siti Walidah, Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak, yaitu Djohanah,

Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah. Disamping itu, Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda Abdullah. 


la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Munawwir Krapyak. Ahmad Dahlan juga mempunyai

putra dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu

Cianjur yang bernama Dandanah). Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin

Pakualaman Yogyakarta.


C. Pemikiran Ahmad Dahlan Tentang Islam dan Umatnya


KH. Ahmad Dahlan merupakan salah satu tokoh penting yang berperan dalam

pembaharuan Islam di Indonesia melalui daar-dasar pemikirannya dan organisasi

yang didirikannya yaitu Muhammadiyah. Pembaharuan Islam dalam pemikirannya,

meliputi bidang keagamaan, pendidikan, politik dan sosial kemasyarakatan.


Ketika kecil beliau merupakan orang yang tidak mengenyam pendidikan

formal, karena pendidikan pada waktu itu adalah barang mahal yang tidak bisa

dijangkau oleh semua orang. Kenyataannya ketidakbisaan sekolah formal ini

membakar semangat KH. Ahmad Dahlan untuk mendirikan sekolah sendiri agar

semua orang-tidak melihat status sosial, ekonomi, maupun agama dapat sekolah

karena pendidikan adalah hak semua orang. Lembaga pendidikan yang didirikan ini

juga menjadi embrio berdirinya organisasi Muhammadiyah.




Pemikirannya dalam pendidikan merupakan sebuah kegiatan yang

menekankan pada aspek proses sehingga persoalan-persoalan pendidikan termasuk

persoalan ijtihadiyyah yang banyak membuka peluang bagi umat Islam untuk dapat

mencermati dan mengkritisi prosesnya. Ajaran Islam hanya memberi garis

pokoknya, sedangkan detailnya diserahkan kepada akal sehat. Untuk itulah, K.H.

Ahmad Dahlan merasa perlu memberikan sumbangsih pemikirannya terhadap

kemajuan pendidikan Islam sekembalinya ia dari Mekkah. Ia memulainya dengan

dakwah menyebarkan ajaran Islam melalui khutbah, terutama ketika ia dipercaya

sebagai khatib tetap di Masjid Agung.


Usahanya untuk memperbaiki sistem pendidikan Islam mulai menampakkan

hasilnya ketika ia, atas dorongan Budi Utomo, mendirikan sekolah di Yogyakarta

pada tahun 1911. Sekolah yang didirikannya menggunakan sistem modern, di mana

ia memadukan pelajaran agama dan pelajaran umum, serta menggunakan kelas yang

terdapat meja dan papan tulis sebagai sarana belajar seperti di sekolah Belanda pada

saat itu. Usaha K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah yang demikian adalahsebagai jawaban atas keprihatinannya terhadap kualitas umat Islam. Banyak umat Islam yang tenggelam dalam kebodohan, keterbelakangan, dan kejumudan.

Selain menggagas sistem pendidikan modern, K.H. Ahmad Dahlan juga

berupaya memperbaiki kualitas umat Islam pada sisi yang lain. Misalnya, ide

pemikirannya mengenai pembenahan arah kiblat. Berdasarkan Ilmu Hisab yang ia

pelajari, arah kiblat umat Islam Indonesia tidaklah lurus ke barat sebagaimana yang

telah diterapkan di masjid-masjid Jawa, melainkan miring 241/2 derajat ke arah

utara. 


Pemikiran ini dikemukakannya kepada para ulama dari Yogyakarta dan

sekitarnya melalui dialog terbuka, namun usahanya tidak menuai dukungan. Hingga

akhirnya ia bersama murid-muridnya meluruskan arah kiblat dengan memberi garis

putih pada lantai Masjid Besar sesuai arah yang ia yakini kebenarannya. Usaha ini

berbuah pemecatannya sebagai Khatib di Masjid Agung Yogyakarta. Namun, KH

Ahmad Dahlan tidak berputus asa. Ia lalu mendirikan langgar dengan kiblat

mengarah ke barat laut, namun langgar ini kemudian juga dirobohkan oleh

masyarakat.


Di bidang sosial kemasyarakatan, Ahmad Dahlan bahkan dikenal sebagai

man of action, yaitu manusia amal yang menekankan pada pentingnya amaliah

dalam menjalani kewajiban sebagai Hamba dan Khalifatullah. Bagi Ahmad Dahlan,

melayani kaum miskin, anak yatim, dan kaum dhu’afa lainnya merupakan

panggilan keagamaan sebagai wujud dari konsistensi menjalani agama, sebaliknya

menelantarkan dan tidak peduli dengan kaum lemah itu merupakan bentuk dari

pendustaan terhadap agama Islam.


Hal ini dibuktikannya dengan mendirikan dan menyediakan layanan sosial

dan kesehatan yang dilembagakan melalui Penolong Kesengsaraan Oemoem

(PKO). Melalui Al-Ma’un dan PKO, Muhammadiyah menghadirkan Islam sebagai

gerakan pembebasan pemberdayaan masyarakat. Buah pemikiran dan tindak

nyatanya tersebut menjadikan Muhammadiyah sebagai organisasi yang menonjol

dalam gerakan pelayanan sosial dan kesehatan, bahkan boleh disebut sebagai

pelopor.


Di bidang politik Ahmad Dahlan menrapkan politik duplikasi dalam

menghadapi misi kristenisasi. Melalui politik duplikasi ini beliau berusaha

mempertahankan kekuasaan di masyarakat tanpa melakukan penolakan terhadapkebijakan politik yang telah ada dengan cara melawan gagasan dengan gagasan, melawan aksi dengan aksi. Berbagai pelayanan masyarakat yang didirikan olen

Zending dan Misi direspon Ahmad Dahlan dengan meniru dan melakukan cara

yang sama seperti yang dilakukan penyebar agama kristen tanpa melakukan

tindakan radikal. Politik duplikasi menjadi bentuk resistensi Muhammadiyah

dengan cara kooperatif, jujur dan terbuka dalam menghadapi masalah kristenisasi.


D. Perkembangan Organisasi Muhammadiyah


Menurut ketua SC Muktamar, Dr. Haedar Nashir, Gerak Melintas Zaman”

mengandung dua makna, pertama melewati masa sejak kelahirannya hingga usia

ke-100, kedua menyeberangi yakni memasuki fase baru setelah usianya satu abad

ke peralihan abad selanjutnya. Dalam melintasi zaman tersebut Muhammadiyah

hadir sebagai gerakan Islam yang mengemban misi dakwah dan tajdid sebagaimana

spirit awal kelahirannya yang tercantum dalam Statuten Muhammadiyah 1912:

“menyebarluaskan” (dakwah) dan “memajukan” (tajdid) hal ihwal ajaran Islam di

seluruh tanah air mula-mula di karesidensi Yogyakarta kemudian di seluruh Hindia

Belanda.


Dakwah dan tajdid Muhammadiyah tersebut untuk mewujudkan “Peradaban

Khaira Ummah” yakni peradaban masyarakat Islam yang sebenar- benarnya atau

bisa diartikan sebagai manifestasi objektif atau objektivasi dari kehidupan

masyarakat Islam yang sebenar-benarnya di negara Indonesia.

Muhammadiyah dalam perjalanan usianya satu abad telah melewati dinamika

zaman yang penuh perjuangan suka maupun duka dalam rentang tiga zaman yaitu

era perjuangan kemerdekaan di masa kolonial, era setelah kemerdekaan di masa

Orde Lama dan Orde Baru, dan era baru Reformasi yang masih akan berlangsung

penuh pertaruhan. Muhammadiyah dalam pergantian abad dari kelahirannya akan

memasuki abad baru sehingga dari titik abad tersebut Muhammadiyah akan

melintasi zaman dengan segala tantangan, masalah, dan harapan baru ketika dunia

berada dalam fase post-modern dan era globalisasi dengan seribusatu dinamikanya.

Dalam menghadapi pergantian abad menuju fase baru itu Muhammadiyah dituntut

merumuskan ulang orientasi/aktualisasi dakwah dan tajdid yang menjadi fokus

gerakannya, sehingga mampu melampaui/melintasi zaman yang dilalui dandihadapinya dengan penuh kesiapan untuk menghadirkan risalah Islam sebagai rahmatan lil-‘alamin.


Di 38 provinsi di Indonesia ini telah berdiri Pimpinan Wilayah

Muhammadiyah (PWM). Dengan 366 kota/kabupaten di antaranya telah berdiri

Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM). Jumlah Cabang Muhammadiyah (PCM)

saat ini pun sebanyak 2.930 buah, sedang jumlah Ranting sebanyak 6.726 buah. Di

samping itu, di berbagai negara Asia, Eropa, maupun Amerika Serikat telah berdiri

pula Cabang Istimewa Muhammadiyah. Jumlah sekolah Muhammadiyah, sejak

tingkat Dasar sampai Menengah Atas, sebanyak 7.307. Jumlah itu masih ditambah

lagi dengan Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) sebanyak 168. Jumlah

Rumah Sakit/Balai Pengobatan sebanyak 389 buah. Jumlah BPR/Baitul Mal

sebanyak 1.673. Jumlah Masjid sebanyak 6.118, sedang jumlah Musholla sebanyak

5.080 buah. Belum lagi ditambah dengan kiprah para tokoh dan anggota

Muhammadiyah yang berada di berbagai bidang profesi penting di negeri ini.


BAB III


PENUTUP


A. Kesimpulan


Secara umum faktor pendorong kelahiran Muhammadiyah bermula dari

beberapa kegelisahan dan keprihatinan sosial religius dan moral. Jika dilihat dari

faktor objektif, faktor penyebab berdirinya Muhammadiyah adalah ketidakmurnian

dan tidak selarasnya amalan Islam dengan Al Quran dan Sunnah, tidak terdapat

lembaga pendidikan Islam yang memadai, meningkatnya gerakan misi agama lain

ke masyarakat Indonesia. Sedangkan jika dilihat dari faktor subjektifnya adalah

kerisauan KH. Ahmad Dahlan terhadap permasalahan yang dihadapi umat Islam

pada waktu itu seperti kemiskinan, keterbelakangan dan kebodohan. Faktor

subjektif ini sangat kuat, bahkan dapat dikatan sebagai faktor penentu dan utama

dalam mendorong berdirinya Muhammadiyah, yaitu pendalaman dan kajian KH.

Ahmad Dahlan dalam memahami QS. Ali Imran ayat 104.


KH. Ahmad Dahlan merupakan salah satu tokoh penting yang berperan dalam

pembaharuan Islam di Indonesia melalui dasar-dasar pemikiran dan organisasinya.

Pembaharuan Islam dalm pemikiran beliau meliputi bidang keagamaan, pendidikan,

politik dan sosial kemasyarakatan.


Muhammadiyah merupakan sebuah organisasi Islam terbesar di Indonesia

telah memasuki awal abad ke-2 dari kelahirannya. Muhammadiyah hadir sebagai

gerakan Islam yang mengemban misi dakwah dan tajdid. Muhammadiyah

sepanjang perjalanan sejarahnya senantiasa memiliki komitmen yang istiqomah

dalam melakukan reformasi (ishlah, pembaharuan) kehidupan umat dan bangsa ke

arah pencerahan untuk mencapai masyarakat utama (khaira ummah) yang dicita-

citakan.


B. Saran


Makalah ini sangat membutuhkan kritik dan saran pembaca agar makalah ini

bisa menjadi lebih baik lagi. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi

para pembaca.


DAFTAR KEPUSTAKAAN


Ahmad Adaby Darban. 2000. Sejarah Kauman: Menguak Identitas Kampung

Muhammadiyah. Tangerang: Tarawang.

Abdul Munir Mulkhan.2005. Etika Welas Asih dan Reformasi Soaial Budaya Kyai

Ahmad Dahlan. Jakarta: Bentara, Kompas.

AR. Fachruddin. 2005. Mengenal dan Menjadi Muhammadiyah. Malang: UMM Press

Daoed Sampoerno. 2001. Membina Sumber Daya Manusia Muhammadiyah Yang

Berkualitas. dalam Edy Suandi Hamid (ed.). Rekontruksi Gerakan

Muhammadiyah Pada Era Multi Peradaban. Yogyakarta: Pimpinan Pusat

Muhammadiyah.

Fatah Wibisono, Masyarakat Islam Yang Sebenar-benarnya: Kajian Teks, PP

Muhammadiyah Majlis Tarjih dan Tajdid.

Hadayani, Puspita dan Ima Faizah. 2017. Buku Ajar Al-Islam Kemuhammadiyahan 3.

Sidoarjo: UMSIDA Press.

Kasman Singodimejo. 2005. Peranan Umat Islam Sekitar 17 Agustus 1945 dalam

Mimbar Ulama, Surabaya: Ipam.

Slamet Abdullah dan M. Muslich KS. 2010 Seabad Muhammadiyah dalam

Pergumulan Budaya Nusantara. Yogyakarta: Global Pustaka Utama, 2010.

Musthafa Kamal Pasha & Ahmad Adaby Darban. 2009. Muhammadiyah Sebagai

Gerakan Islam. Yogyakarta: Pustaka SM.

Nurhayati, Siti. 2018. Muhammadiyah dalam perspektif sejarah, organisasi dan system

nilai. Yogyakarta: Trust Media Publishing. 201

PP Muhammadiyah. 2005. AD Muhammadiyah. Yogyakarta: Toko Buku Suara

Muhammadiyah.

Yunus Salam.1968. Riwayat Hidup KH. Ahmad Dahlan. Yogyakarta: TB Yogya,

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Takziyah Sir Prof Dr H Azyumardi Azra, MA., M Phil., CBE Tokoh Cendekiawan dan Akademisi Muslim Dunia

Shofwan Karim, Pembicara dalam Pertemuan MDNG se Dunia